Kapten Baru “Ruang Kecil”

Ketua Kaphac 32 Ahmad Harits S. (tengah) berfoto bersama para anggota Kaphac 32 usai Musyawarah Besar (Mubes) 2015 Kaphac 32 di Ruang II-4 IISIP Jakarta, Minggu (7 Juni 2015). Foto: Dok. Kaphac 32

Di Minggu siang itu ketika banyak orang sedang asyik menikmati liburnya, para penghuni “Ruang Kecil” justru sibuk menyiapkan pertemuan penting bernama Mubes (Musyawarah Besar). Beberapa agenda pun tersusun urut mulai dari pembacaan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) kepengurusan, Pembahasan AD/ART, hingga yang terakhir pemilihan Ketua.

Pembahasan LPJ ternyata lebih cepat dari jadwal yang ditentukan oleh panitia. Permasalahan yang dibahas begitu sengit adalah soal keuangan dan sedikit tentang peralatan. Sisanya tak banyak dipertanyakan. Waktu yang termakan banyak justru saat agenda pembahasan AD/ART.

Maklum, pembahasan AD/ART kali ini berbeda dengan Mubes sebelumnya yang hanya dibacakan tanpa melakukan perubahan. Di sidang tertinggi yang dipimpin oleh Juli itu AD/ART diubah pada beberapa bagiannya. Gak heran kalo pembahasannya yang dimulai sekitar pukul 3 sore itu menghabiskan waktu hampir 6 jam. Dan membuat Mubes tahun ini menjadi yang terlama yang pernah gua ikuti.

Akibat peliknya pembahasan AD/ART agenda penentu langkah ke depan “Ruang Kecil” pun harus tercecer malam hari. Yah, agenda pemilihan Ketua yang menjadi puncak Mubes baru terlaksana sekitar pukul 9 malam. Waktu sebenarnya tak menjadi masalah utama pemilihan itu, karena yang terpenting adalah isinya. Percuma terburu kalau hasilnya jadi tak jelas, percuma juga berlama-lama kalau bisa diselesaikan dengan cepat.

Ada enam kandidat yang maju sebagai calon ketua, tapi sayangnya dua kandidat harus didiskualifikasi karena tidak hadir saat pemilihan. Jadilah hanya empat kandidat yang maju memperkenalkan diri dan menyampaikan visi dan misinya. Mereka adalah Ahmad “Keti” Harits, Azizah, Nida, dan Zyasya “Senyor” Senorita.

Keti adalah kandidat pertama yang manyampaikan “maunya” dan orang pertama yang harus menerima pertanyaan dari peserta pemilihan. Dari gimik wajah Keti terlihat tegang dan terlalu emosional dalam menjawab pertanyaan dari peserta pemilihan. Padahal kalo lihat visi misinya di kertas yang dibagikan panitia, dia cukup oke. Cuma seprtinya dia terlalu hanyut dalam keseriusan dan terbayangi oleh rasa takut. Hey geng, kemon… lo punya orang-orang hebat yang bakal nemenin lo di perjalanan nanti.

Kandidat kedua adalah Azizah. Penghuni “Ruang Kecil” bertubuh subur ini lebih tenang daripada Keti dalam menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia memiliki visi dan misi yang sepertinya lebih cocok untuk seorang humas daripada ketua. “Maunya” Azizah tak sebanyak Keti, tapi cukup relevan untuk dihadirkan dalam “Ruang Kecil”.

Ngomongin banyak-sedikit “maunya”, maka Nida adalah kandidat yang paling irit visi dan misi. Kalo ditulis dengan jarak baris yang padat mungkin gak sampai setengah halaman. Isinya lebih menekankan ke pustaka alias buku. Sepertinya dia belum bisa move on dari Kamar Terang, divisi yang dia urus di kepengurus sebelumya. Dan entah kenapa gua gak tertarik sama sekali dengan yang tertulis di kertas visi dan misinya.

Kehambaran pada Nida, terhapus dengan kandidat terakhir, Senyor. Penghuni “Ruang Kecil” yang terkenal sebagai destroyer itu begitu rinci menulis “maunya”. Di lembar visi dan misi yang dibagikan panitia pemilihan, gua seakan bisa melihat dengan pasti apa yang bakal terjadi bila dia terpilih nanti. Karena semua sudah jelas ditulisnya. Mungkin karena itu juga pertanyaan yang diajukan padanya hanya pertanyaan psikologis, yang hanya si penanya saja yang mungkin mengerti. Tapi harus gua akui Senyor membuat klimaks fase penyampaian visi dan misi. Ia bahkan membuat gua dan banyak peserta pemilihan galau menentukan pilihannya. Hingga panita pemilihan memanggil nama gua.

Duduk tenang memandangi empat foto kandidat yang baru saja menyampaikan “maunya”. Sejenak otak ini memanggil kembali memori lalu (jauh melampaui masa panyampaian visi dan misi) ke saat gua menghidupkan “Ruang Kecil” bersama mereka. Setiap dari mereka memiliki karakter yang berbeda, yah itu pasti. Keti dengan kemauannya yang keras, Azizah dengan gaya humasnya, Nida dengan pengetahuannya dan Senyor dengan segala konsepnya, ditambah teman-teman Tujuh Belas lainnya dan teman-teman Delapan Belas yang baru bergabung. Ah… gua seperti mencium wangi bolu yang baru saja keluar dari oven. Membuat perut begitu lapar dan ingin segera menyantapnya.

Lalu… alat pencoblos di tangan kanan gua pun mengarah ke sebuah wajah. Gua pun memilih.

Tak usah pedulikan siapa yang gua pilih. Tak usah pedulikan yang gua pilih menang atau kalah. Karena toh mereka akan tetap jalan bersama menghidupkan “Ruang Kecil”.

Waktu menegangkan itu pun tiba. Penghitungan suara. Nama Keti dan Senyor saling bergantian diteriakan sebagai suara yang sah. Sedang Zizah hanya menyela mereka berdua beberapa kali dan Nida tak tersebut sekalipun. Seperti yang sudah diduga sebelumnya Senyor dan Keti saling keja hingga suara terakhir dibacakan. Namun, takdir lebih memihak ke Keti yang unggul tipis dari Senyor.

Dengan begitu Keti menjadi pemuncak hirarki kepengurusan. Menjadi ceri merah yang diletakan di atas, di tengah bolu yang harum itu. Kapten bagi seisi “Ruang Kecil”.

Yap, Kapten. Orang yang akan menentukan langkah bagi “Ruang Kecil”. Dia yang akan berada di depan semua keputusan yang dibuat di “Ruang Kecil” itu. Dan dia yang akan mengangkat gelas pertama untuk “bersulang”.

Ingat kapten, di “Ruang Kecil” itu banyak orang-orang hebat. Bawa mereka dan percayalah pada mereka untuk wujudkan cita-cita yang telah disepakati. Laut begitu luas dan keras, terlalu sepi dan menakutkan bila dilewati seorang diri.

Tinggalkan Komentar

Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.

Previous Post Next Post