Catatan Liputan: Membelah Ombak, Mencari Buaya

Pencarian Buaya di Malam Hari - www.paulpolos.blogspot.com

Senin (18/6) malam itu akhirnya gua memutuskan untuk mengirim agenda ke liputan ke kantor. Sejujurnya gua agenda itu pengen gua abaikan, soalnya gua ada janji sama teman gua. Selain itu juga iagenda tersebut ngebuat gua harus naik kapal untuk menembus lautan. Karena agendanya adalah berburu buaya. Iya buaya yang sempat muncul di Pondok Dayung, Tanjung Priok dan katanya berenang ke Ancol.

Gila memang gara-gara kemunculan buaya seekor doang satu Jakarta dibuat heboh. Padahal tuh buaya mungkin aja nyasar doang, gak niat buat nyakitin orang. Mungkin juga tuh buaya lagi butuh liburan jadi dia mau tamasya, sama kaya orang-orang Jakarta yang pada wisata di libur panjang Lebaran.

Balik lagi ke agenda di Senin malam itu. Jadi yang ngasih agenda adalah Jakarta Animal Aid Netwark (JAAN). Mereka semacam organisasi nonprofit yang bergerak dibilang perlindungan satwa. Malam itu mereka akan mencari buaya di hutan bakau Pantai Mutiara dan Taman Margasatwa Muara Angke.

JAAN bekerjasama dengan Polres Kepulauan Seribu untuk mencapai tempat tesebut. Dengan menggunakan kapal patroli milik polisi mereka termasuk gua berangkat dari Dermaga Marina, Ancol, Jakarta Utara.

Sebenarnya gua udah segan untuk ikut ke lokasi pencarian karena bapak-bapak polisi udah ngingetin kalau ombak dan angin di laut lagi kencang. Mereka mewanti-wanti agar kami tidak mabok. Saat gua mendengar itu gua ingat pertama kali ke Pulau Tidung. Saat itu di tengah perjalanan gua mendapat “jackpot”. Gua takut itu terulang kembali.

Apa yang dibilang Pak polisi benar terjadi. Kapal patroli yang gua tumpangi serasa berubah menjadi rollercoster. Kapal itu melaju dengan kencang dan setiap melewati ombak seakan kapal lompat. Kalau di darat kaya bawa motor terus ada tanjakan, tapi kita tetap tarik gas. Hingga akhirnya tiba di Pantai Mutiara.

Pencarian Buaya di Malam Hari - www.paulpolos.blogspot.com
Pencarian buaya di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara.

Perjalanan ke Pantai Mutiara terbilang cepat hanya 30 menit perjalanan. Saat tiba di lokasi tim dari JAAN pun bersiap. Mereka menurunkan perahu karet bermesin 2,5 pk yang memang disiapkan sebagai kendaraan untuk mencari buaya. Penggunaan kapal bermesin kecil untuk mengurangi bising yang bisa membuat buaya kabur.

Setelah kapal siap tiga orang dari JAAN pun berlayar ke lokasi yang diduga terdapat buaya. Pencarian mereka hanya berbekal senter kecil dan tali sling untuk menangkap buaya. Menurut salah seorang anggota JAAN, Zai pencarian buaya di malam hari akan lebih mudah karena buaya biasanya berada di darat dan matanya akan memancarkan cahaya saat tersenter.

Pencarian dimulai dengan menyisir bagian sekitar hutan mangrove. Setelah memastikan tidak ada tanda buaya di sana, mereka memarkirkan kapalnya di tepi hutan. Lalu turun dan masuk dalam hutan.

Mereka melakukan pencarian hanya bertiga, karena Bapak-bapak polisi harus menjalankan tugasnya untuk patroli di laut. Di sinilah cobaan yang lebih panjang menerpa gua. Sebelum berangkat patroli nahkoda udah ngasih pilihan untuk ikut patroli yang bakal makan waktu lama itu atau menunggu di dermaga Pantai Mutiara. Jujur aja, gua pengen nunggu aja dah, tapi Cak Noris dan Bang Deni begitu yakin untuk ikut serta di kapal. Jadilah gua terpaksa ikut juga.
Lima belas menit awal kondisi masih bisa dikendalikan. Tapi setelah 30 menit, kepala gua menjadi pusing, rasa ingin muntah pun muncul.

Cak Noris ngasih saran untuk berdiri di dekat pintu kapal agar mendapat angin segar. Gua ikutin saran itu, tapi tidak begitu berhasil. Kepala gua masih tetap pusing, rasa mual juga gak hilang. Untungnya gua masih bisa tahan, gak sampai muntah. Sialnya, muntah emang enggak tapi gua jadi masuk angin gara-gara berdiri di pintu kapal. Pasalnya gua belum makan malam pas mau berangkat partroli.

Setelah sekitar dua jam patroli, kami kembali ke Pantai Mutiara untuk menjemput anggota JAAN. Dalam hati gua bersyukur perjalanan ini sudah mau selesai.

Sampai di Pantai Mutiara kami beristirahat sebentar di dermaga. Jaket yang basah karena keringat bercampur air laut membuat badan gua kedinginan. Ditambah lagi dengan suasana malam di tepi laut yang memang dingin, kondisi ini sukses buat gua sesekali menggigil.

Setalah bertemu dengan tim JAAN kami berbincang sedikit tentang hasil pencarian mereka. Seperti yang gua duga, hasilnya masih nihil. Tanda keberadaan buaya pun tidak ada.

“Tadi kita sudah sisir. Sepanjang pesisir yang ada bakaunya ini dan belum kita temukan,” ujar Zai.

Pencarian buaya di malam itupun disudahi. Lokasi kedua tidak jadi kamidatangi karena waktu yang tidak cukup. Kami pun kembali ke Dermaga Marina, Ancol.

Seperti biasanya perjalanan pulang selalu lebih cepat dari berangkat. Bersyukur bisa kembali menginjakan kaki di daratan dan mengakhiri penjelajahan di laut sana.

Tinggalkan Komentar

Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.

Previous Post Next Post