Memaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 1)

Puncak Gunung Rinjani dilihat dari Pelawangan 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

Perjalanan ke Gunung Rinjani pada 17 Agustus 2022 bisa dibilang nekat. Terlalu memaksakan diri. Sebab sebenarnya kondisi gua tidak 100% fit.

Walaupun acara naik gunung kali ini ikut open trip tetap aja kondisi badan jadi faktor penting. Salah-salah bisa menyusahkan diri sendiri, peserta lain atau panitia. Perjalanan yang harusnya menyenangkan malah jadi runyam kasian kan peserta lain.

Beruntung kondisi gua ga sampai separah itu. Selama pendakian, yang gua rasakan kondisi gua hanya membebani diri gua sendiri.

Pendakian ke Rinjani berlangsung 17-20 Agustus 2022, tapi trip dari 3 Dewa Adventure yang gua ikutin itu mulai dari 16-21 Agustus 2022. Trip ini termasuk jalan-jalan sekitar Lombok sehari sebelum pendakian dan berwisata ke Gili Trawangan setelah pendakian.

Pemandangan dari Bukit Merese, salah satu destinasi wisata yang dikunjungi sebelum ke Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Kondisi gua mulai ga sehat dari Jumat, beberapa hari sebelum trip. Saat itu gua ga enak badan, kepala pusing seperti gejala mau flu. Keesokan harinya ditambah dengan badan panas dan mual.

Gua percaya kalau sakit ini adalah gejala mau flu dan masuk angin karena sering telat makan. Semua obat yang biasa gua pakai untuk meredakan sakit itu gua konsumsi, mulai dari Ultraflu, Tolak Angin, dan Paracetamol. Terakhir gua memutuskan untuk dikerok.

Kata ibu, yang ngerokin gua, punggung gua benar-benar merah, tanda kalau memang masuk angin.

Di tengah sakit gua juga sempat muntah, gua pikir setelah itu badan gua akan berangsur membaik. Tapi ternyata tidak.

Pantai Tanjung Aan dilihat dari Bukit Merese, salah satu destinasi wisata yang dikunjungi sebelum ke Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Mual yang gua rasakan tidak hilang. Gua masih belum bisa makan banyak, kalau dipaksain bawaannya ingin muntah. Parahnya beberapa kali ulu hati gua terasa nyeri.

Sakit ulu hati itu hampir membuat gua membatalkan trip. Sebab sakit itu terus terasa bahkan saat gua udah di bandara dan tinggal beberapa jam lagi berangkat ke Lombok. Dalam hati gua bahkan memutuskan kalau sakit ini masih terasa saat sampai Lombok, maka gua mutusin buat cancel, langsung balik ke Jakarta untuk menghadap dokter.

Sakit ulu hati ini baru pertama kali gua alamin. Makanya gua rada takut saat mengalaminya, apalagi gua ga tahu obat buat meredakannya.

Di tengah rasa putus asa itu, gua akhirnya browsing tentang sakit yang gua derita. Sejujurnya rada takut juga buat tahu hasilnya, takut kalau ternyata ini sakit yang parah.

Setelah browsing akhirnya gua mendapat penjelasan kenapa ulu hati gua nyeri. Selain itu sejumlah cara untuk meredakannya juga diberi tahu, salah satunya dengan obat maag. Obat yang ga pernah gua sentuh sepanjang hidup gua.

Menurut artikel situs telemedis, obat maag yang lebih cepat meredakan nyeri ulu hati ialah yang bentuk cair. Jadilah gua nyari minimarket di bandara untuk dapatin obat itu. Obatnya ketemu tapi dosisnya untuk dikonsumsi perlu sendok takar. Engga yang satu bungkus untuk sekali minum, maka itu gua urungin buat beli. Akhirnya gua beli yang tablet.

Berangkat ke Lombok dengan Singa Terbang. Foto: Fachrul Irwinsyah

Gua ga langsung minum tuh obat maag soalnya gua masih ragu apakah yang tablet benar-benar ampuh. Sebab dibungkusnya ga ada tuh nyinggung soal nyeri ulu hati.

Akhirnya gua browsing lagi dan menemukan obat herbal untuk meredakan nyeri ulu hati. Sama produk untuk maag juga, bedanya ini herbal berbentuk cairan. Mirip seperti Tolak Angin, cuma ini untuk ngobatin sakit terkait maag.

Karena di bungkusnya ada tulisan meredakan nyeri ulu hati, akhirnya gua beli beberapa bungkus. Hasilnya nyeri yang gua rasakan berjam-jam reda dalam beberapa menit. Senang bukan main saat itu.

Tapi sayangnya, kondisi itu tidak menandakan gua udah sehat. Rasa mual masih ada tiap kali makan dalam jumlah yang banyak. Jadi gua masih makan harus dalam porsi yang sedikit. Menurut artikel yang gua baca juga emang seperti itu kondisinya, sembuhnya berangsur. Gua harus makan dalam porsi sedikit, tapi sering. Terus gua juga harus sering berbaring dengan kondisi kepala lebih tinggi dari badan.

Kondisi tidak enak makan itu, atau harus makan dalam porsi kecil bila tidak akan terasa mual, gua rasakan hingga saat mendaki Rinjani.

Lombok dan Jalanannya yang Macet

16 Agustus 2022, sekitar pukul 09.00 WITA, gua tiba seorang diri di Bandara International Lombok. Seharusnya gua tiba di sini berdua sama Evi, tapi karena satu dan lain hal dia membatalkan perjalanan itu.

Kalau kata Queen, show must go on, lagi pula sejak awal Rinjani memang gua rencanain untuk gua sendiri. Jadi gua tetap berangkat.

Tiba di Bandara Internasional Lombok dengan masih menahan rasa tidak enak di perut. Foto: Fachrul Irwinsyah

Sebenarnya gua gak sendiri-sendiri amat. Satu jam setelah gua tiba di Bandara Internasional Lombok, peserta trip yang sama tiba. Mereka adalah Wulan dan kekasihnya, Iqbal. Ya, trip yang dimulai tanggal 16 Agustus 2022 hanya diikuti kami bertiga.

Setelah saling mengenal, kami beranjak ke mobil Hiace yang terasa begitu lega dengan hanya kami bertiga sebagai penumpang. Di hari pertama ini kami berkunjung ke tempat penenun di Sukarara Village dan bukit Merese. Jika sesuai jadwal masih ada destinasi lain yang seharusnya kami datangi, tapi karena waktu dan kondisi jalan yang macet jadi tidak bisa terlalu banyak yang didatangi.

Oh iya, jalanan di Lombok macet karena banyak lomba gerak jalan dalam rangka menyambut HUT ke-77 RI. Karena kondisi tersebut, usai dari 2 destinasi itu kami langsung menuju home stay. Lokasinya berada di belakang tempat registrasi pendakian Gunung Rinjani. Kami tiba di sana mendekati magrib.

Gerak jalan di Lombok. Video: Fachrul Irwinsyah

Tak banyak yang gua lakuin di home stay hari itu. Hanya mengeluarkan pakaian tidur dan peralatan kelistrikan untuk cash HP.

Home stay tidak menyediakan makan malam. Maka itu kami keluar sebentar untuk mencari makan mengisi perut yang lapar.

Menu pecal ayam jadi pilihan. Tempatnya tidak jauh dari home stay. Porsinya cukup besar buat gua yang sedang tidak bisa makan banyak. Alhasil makanan yang disajikan malam itu tidak habis. Kondisi ini sama seperti saat makan siang di salah satu rumah makan setelah meninggalkan bandara.

Hanya menu di KFC Bandara Internasional Lombok yang habis gua makan di hari itu. Itu juga karena gua cuma pesan ayam, sop, dan kentang yang ukuran kecil. Kentangnya juga gua gadoin sambil jalan.

Pendakian yang Penuh Was-was

Pemandangan dari rumah Mas Lusman. Di sini juga ada ojek untuk menuju Pos 1. Foto: Fachrul Irwinsyah

Hari yang dinantikan pun datang. 17 Agustus 2022, saat semua mata terfokus pada pengibaran bendera merah putih untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia, gua tengah sibuk mengatur ulang barang-barang untuk pendakian.

Pagi itu gua meninggalkan home stay bersama Wulan dan Iqbal. Selain kami bertiga, juga ada Maria. Nama terakhir yang gua sebut hanya ikut trip ke Rinjani dengan meeting point di base camp, makanya kami baru bertemu saat akan mendaki.

Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Foto: Fachrul Irwinsyah

Benar, hanya kami berempat yang jadi peserta trip ke Rinjani kali ini. Karena jumlahnya yang sedikit, kami menganggap ini adalah private trip dari pada open trip. Ada kabar sebenarnya trip ini mau dibatalin karena jumlah pesertanya yang sedikit, tapi karena pihak open trip ga enak hati akhirnya tetap jalan. Salut!

Dari home stay kami dijemput oleh Mas Lusman dengan mobil bak terbukanya untuk menuju titik awal pendakian. Tapi sebelum itu kami mampir ke tempat registrasi di kantor Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Urusan pendaftaran diatur oleh Mas Lusman.

(Kiri-kanan) Gua, Maria, Wulan, dan Iqbal berfoto bersama di depan kantor TNGR. Foto: Fachrul Irwinsyah

Usai mengurus semuanya Mas Lusman dengan mobil bak terbukanya mengatarkan kami ke titik pendakian. Lokasinya berada tepat di seberang rumah Mas Lusman.

Sembalun, menjadi rute kami untuk berangkat. Jalur ini berada di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Desa ini terletak di ketinggian 1.156 mdpl.

Dalam pendakian kali ini kami didampingi oleh tiga orang porter, yakni Mas Adi, Mas Anis dan Bang Jo. Dua nama pertama ialah porter panggul, sementara nama terakhir lebih tepat disebut guide karena ikut mengarahkan pendakian kami.

Dari rumah Mas Lusman kami naik ojek menuju tempat pemeriksaan pendaki atau gerbang pendakian. Di tempat itu ada Polisi Hutan (Polhut) yang memeriksa bukti pendaftaran pendakian, jadi setiap pendaki dipastikan teregistrasi di TNGR. Selain dengan sepeda motor atau berjalan kaki, untuk sampai titik ini juga bisa dengan mobil. Selepas titik ini lah mobil tak bisa lagi lewat. 

Titik pemeriksaan tiket pendakian, di sini ada Polisi Hutan untuk memeriksa registrasi pendaki. Foto: Fachrul Irwinsyah

Ojek yang gua tumpangi berhenti di sini untuk kemudian berganti motor, namun harga mereka satu paket Rp 175.000. Setelah berganti motor perjalanan dengan ojek dilanjutkan hingga Pos 2.

Ojek di Rinjani belum dikelola secara resmi. Meski begitu mereka punya trek sendiri yang terpisah dari jalur buat pendaki, tapi masih di kawasan yang sama. Ya kaya kalau di kota ada jalur khusus pejalan kaki dan kendaraan bermotor lah. Meskipun di beberapa titik trek ojek bersinggungan dengan jalur pendaki. Perbedaan jalur inilah sepertinya yang membuat gua ga bertemu dengan Pos 1 Pamentan.

Karena menggunakan ojek waktu pendakian jadi lebih cepat. Jarak yang harusnya ditempuh sekitar 3 jam, dengan ojek menjadi hanya sekitar 30 menit. Dalam catatan, gua sampai di Pos 2 pukul 09.35 WITA.

tempat ojek berhenti tidak jauh dari Pos 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

Ojek yang kami tumpangi tidak berhenti tepat di Pos 2, tapi di seberangnya. Masih sekitar 100 meter lah dari Pos 2. Titik ojek berhenti adalah tempat para porter. Di sini ada gubuk untuk para porter istirahat atau makan. Ada pula tempat parkir motor porter.

Setelah semua berkumpul barulah kami berjalan ke Pos 2 Tengengan. Di pos ini ada pemeriksaan dokumen pendakian lagi. Ini pemeriksaan terakhir, di pos-pos selanjutnya sudah tidak ada.

Pos 2 pendakian Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah 

Di Pos 2 ada banyak gazebo yang bisa dipakai pendaki untuk istirahat. Di sana juga ada kantor petugas TNGR.

Kami tidak lama berhenti di Pos 2. Ya iyalah secara tenaga juga belum dipakai sama sekali jadi buat apa istirahat lama-lama.

Trek awal menuju Pos 3. Foto: Fachrul Irwinsyah

Kami beranjak dari Pos 2 sekitar pukul 09.51 WITA. Kalau dari plang informasi yang ada di Pos 2, jarak ke Pos 3 itu 1,7 kilometer. Jarak segitu mah deket kalau di kota, tapi di gunung medan yang dilewatin bisa membuat jarak yang pendek serasa jauh.

Trek ke Pos 3 tidak terlalu berat. Jalannya masih banyak yang datar. Kalaupun ada yang nanjak cuma sedikit dan ga begitu terjal yang menguras tenaga. Trek ini juga banyak sabananya, jadi sepanjang jalan kita masih bisa lihat pemandangan bukit-bukit yang ada di jalur Sembalun.

Pemandangan selama jalan dari Pos 2 ke Pos 3. Foto Fachrul Irwinsyah

Walaupun gua bilang treknya ga sulit, tapi gua tetap kewalahan. Kayanya di separuh perjalanan ke Pos 3 gua mulai merasa ga nyaman dengan ulu hati gua. Rasa mual kembali muncul dan nafas mulai terasa pendek.

Sepanjang jalan itu gua was-was takut sakit yang gua alamin ini menjadi parah. Tapi untungnya itu tidak terjadi. Gua bisa sampai di Pos 3 meski begitu lambat.

Area rawan longsor di trek Pos 2 menuju Pos 3. Foto: Fachrul Irwinsyah

Pos 3 bernama Padabalong, kami tiba sekitar pukul 11.20 WITA. Sampai di sana gua langsung rebahan di gazebo. Gua juga langsung minum obat herbal cair yang gua beli di bandara untuk menghilangkan rasa mual.

Sebenarnya gua merasa percaya diri saat mau mendaki, sebab pagi itu gua bisa menghabiskan sarapan yang disediakan pihak home stay. Gua pikir, ya kondisi gua sudah baik, tapi ternyata tidak sebaik dulu. Masih harus recovery sepertinya.

Maria saat berjalan menuju ke Pos 3. Foto: Fachrul Irwinsyah

Usai rebah dan minum obat, gua mulai berpikir apa yang terjadi sama diri gua. Baru kali itu gua benar-benar merasa ga nyaman sama badan saat mendaki.

Tulisan ojek keril yang ada di warung Pos 3, sedikit menggoda. Tapi gua pikir setelah istirahat dan minum obat cair itu semua akan kembali baik setidaknya gua bisa sampai ke Pos 4 dengan tas yang tetap di pundak.

Salah satu trek menuju Pos 3. Foto: Fachrul Irwinsyah

Kami meninggalkan Pos 3 sekitar pukul 11.31 WITA untuk menuju Pos 4. Sayang di Pos 3 ga ditunjukin jarak ke Pos 4, gak kaya di Pos 2 sebelumnya.

Perjalanan ke Pos 4 benar-benar membuat gua hampir menyerah. Sepanjang jalan rasanya ingin lepas tas karena perut yang udah ga nyaman. Dalam hati terus berucap, "mestinya pakai ojek keril aja". Bahkan gua sempat memutuskan bila kondisi gua makin buruk, maka di Pos 4 gua bakal pakai ojek keril.

Warung di Pos 3 Gunung Rinjani via Sembalun. Foto: Fachrul Irwinsyah

Semua gara-gara trek yang mulai banyak nanjaknya. Kondisi gua yang seharusnya belum bisa bawa berat dan menunduk membuat makin berat pendakian hari itu.

Tapi dengan segala kondisi itu gua masih bisa sampai di Pos 4 Cemara Siu. Kami sampai sana sekitar pukul 13.00 WITA. Perlu diingat, catatan waktu gua agak berantakan karena terlalu mikirin kondisi tubuh. Selain itu juga gua lupa bawa power bank jadi ga bisa tiap saat buka HP demi menjaga agar baterenya awet sampe turun nanti. Siapa tahu gua butuh HP buat moto.

Trek bebatuan selepas dari Pos 3. Foto: Fachrul Irwinsyah

Di Pos 4 kami makan siang nasi bungkus yang dibeli waktu mau berangkat. Sengaja makannya nasi bungkus karena kalau harus masak akan makan waktu. Lagi pula peralatan masak dan logistiknya udah dibawa Mas Adi dan Mas Anis ke tempat camping.

Sama seperti di Pos 3, di Pos 4 juga ada warung dan gazebo untuk istirahat. Warung kecil itu menyediakan kopi, teh, segala minuman sachet dan botolan, gorengan hingga buah-buahan. Jadi kalau naik ke Rinjani dari Sembalun saran gua bawa uang yang banyak. Usahain pecahan kecil biar gampang kembaliannya kalau jajan.

Porter panggul menuju Pos 4. Foto: Fachrul Irwinsyah

Usai makan dan istirahat kami langsung berangkat menuju Pelawangan, tempat camping. Sepanjang di Pos 4 gua terus menimbang untuk memakai ojek keril di sisa perjalanan ke Pelawangan. Tapi akhirnya gua mutusin tetap bawa tas sendiri. Push sampai batas terendah.

Setelah berjalan meninggalkan Pos 3, keputusan bawa tas sendiri menimbulkan berkali-kali penyesalan. Hahaha...

Pos 4 Cemara Siu. Foto. Fachrul Iwinsyah

Trek dari Pos 4 rupanya lebih parah dari yang sebelum-sebelumnya. Nanjak mulu. Bahkan ada yang harus naik kaya tangga. Ditambah lagi kondisi cuaca yang mulai berkabut. Menambah serangan ke mental gua.

Benaran pendakian kali ini, terutama saat di jalur Sembalun, gua benar-benar terkuras fisik dan mental. Fisik karena lelah nanjak dan mental karena tertekan dengan kekhawatiran sakit yang gua alamain.

Medan setelah Pos 4 juga tanjakan terus. Di sini ada yang namanya Bukit Penyesalan yang katanya berjumlah 7 bukit. Tapi gua ga tahu yang mana aja yang masuk Bukit Penyesalan itu, karena sepanjang jalan kayanya gua merasakan penyesalan terus. Menyesali kenapa ga sewa ojek keril, menyesali kenapa berangkat dalam kondisi ga fit 100%, dan menyesali kenapa semua ini harus terjadi.

Di titik ini gua benar-benar kelelahan. Gua bahkan jadi yang paling terakhir sampai di tempat istirahat. Sampai situ gua langsung keluarin biskuit, minum, dan makan nata de coco.

Trek selepas Pos 4 yang menanjak terus. Foto: Fachrul Irwinsyah

Oh iya saat istirahat, kami dikejutkan dengan kemunculan babi hutan. Dia muncul dari balik semak-semak. Iqbal yang pertama lihat langsung terkejut dan teriak. Gua dan yang lain pun ikut terkejut, begitu juga dengan si babi. Dia langsung kabur ke arah asalnya.

Selepas istirahat kami lanjutkan perjalanan menuju Pelawangan. Pos 4 memang pos terakhir setelah itu akan sampai di Pelawangan tempat berkemah kebanyakan pendaki.

Dari tempat istirahat medannya ga seberat sebelumnya meskipun masih terus nanjak. Di tengah jalan gua sempat coba makan coki-coki, tapi setelah itu perut gua tepatnya bagian bawah dada langsung terasa panas. Sebenarnya dalam artikel kesehatan yang gua baca, gua emang dilarang makan coklat dan beberapa makanan lain belum bisa dikonsumsi. Jadilah setelah itu gua langsung simpan di kantong coki-cokinya.

Tanda sampai di Plawangan adalah shelter emergency warna merah. Jika sudah sampai di situ artinya kita tiba di Pelawangan 1.

Menikmati pemandangan puncak Gunung Rinjani dari Pelawangan 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

Pelawangan 1 bukan tempat gua berkemah. Karena tenda kami ada di Pelawangan 2. Jaraknya ga jauh dari Pelawangan 1 dan medannya menurun. Biarpun ga jauh, gua sempat berhenti dulu di Plawangan 1, ambil nafas, sedikit minum dan buang isi coki-coki. Bungkus coki-cokinya gua bawa ke tenda untuk disatukan dengan sampah yang lain.

Di Pelawangan 1 juga gua sempat berkontemplasi. Ga nyangka bisa jalan terus dari Pos 2 sampai Plawangan. Masih bisa sampai dengan selamat dalam kondisi yang kurang fit.

Setelah dirasa cukup berdiam dirinya, gua pun melanjutkan perjalanan. Menyusul yang lain yang udah duluan jalan.

Pemandangan arah barat Pelawangan 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

Catatan waktu gua menunjukkan, gua tiba di Pelawangan 2 tepatnya di tenda pukul 16.20 WITA. Sampai tenda gua langsung rebahan. Ah! Enak banget rasanya lepas keril dan rebahan.

Gak lama gua sampai, dari tenda dapur Mas Adi nawarin, mau teh atau kopi. Karena gua belom boleh minum kafein, teh pun jadi pilihan gua untuk "welcome drink". Hahaha...

Menanti Senja di Pelawangan 2

Kami tiba di Pelawangan 2 sore hari. Cuacanya cukup cerah. Leter E dan puncak Rinjani terlihat begitu jelas. Di sisi yang lain danau Sagara Anak terbentang begitu luas, hanya saja Gunung Barujari yang ada di danau itu tertutupi bukit.

Suasana di Pelawangan 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

Setelah rebah sejenak di tenda, gua memutuskan untuk keluar. Menikmati matahari sore sembari menanti semburat senja. Belom lama ada di luar, tenda dapur kembali memanggil, makanan udah siap. Jadilah isi perut dulu sebelum menikmati sore. Seperti yang sudah-sudah porsi gua sedikit.

Enaknya ikut open trip ya begini. Peralatan tim seperti tenda, alat masak, alat makan, hingga logistik udah disiapin. Makanan dan minuman selama di gunung juga ada yang buatin. Cuma kita ga bisa request aja mau makan apa, kalau minuman selama bahannya ada ya bisa dibuatin.

Makan selesai, waktunya berburu foto dan menikmati sore yang cerah. Senja turun di sisi Sagara Anak, namun pamdangan gua lebih banyak ke arah Letter E Rinjani. Jalur puncak yang dini hari nanti akan gua tapaki. Dalam hati berbisik, "semoga badan ini lebih kuat dari sebelumnya".

Baca Part 2 cerita pendakian gua ke Gunung RinjaniMemaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 2)

Baca Part 3 cerita pendakian gua ke Gunung RinjaniMemaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 3)

***

Nama Open Trip: Tiga Dewa Adventure

Biaya ke Rinjani 16-21 Agustus 2022 titik temu Bandara International Lombok: Rp 1.500.000

Fasilitas: Mobil travel; destinasi ke Rinjani, Desa Sade, Pantai Kuta, Bukit Merese, Pantai Tanjung Aan, Gili Trawangan; Peralatan tim selama pendakian seperti tenda, alat masak dll; makan selama pendakian; transportasi ke pusat oleh-oleh dan bandara.


Tinggalkan Komentar

Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.

Previous Post Next Post