Memaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 2)

Seorang pendaki melintasi Letter E Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Menuju Puncak yang Panjang

Malam begitu terang di Pelawangan 2. Bintang bertaburan di langit. Tapi keindahan malam tidak bisa gua nikmati terlalu lama karena harus segera istirahat demi menyimpan tenaga buat pendakian ke puncak dini hari nanti.

Pelawangan 2 malam itu, Rabu, 17 Agustus 2022, tidak terlalu dingin. Entah karena udaranya yang emang gak dingin atau sistem layering gua yang bagus jadi dinginnya gak terlalu berasa. Satu-satunya yang menakutkan adalah anginnya yang kencang saat memasuki tengah malam. Tenda sampai bergetar. Beberapa kali gua terbangun karena itu, gua pikir ada hewan yang ganggu tenda ternyata angin.

Langit bertabur bintang di Pelawangan 2. Foto: Fachrul Irwinsyah

18 Agustus 2022, sekitar pukul 02.00 WITA suara dari tenda dapur bergema meminta kami untuk bangun dan bersiap ke puncak. Sebelum itu Mas Anis memberikan kami burger sebagai tambahan tenaga untuk muncak, juga sebagai sarapan.

Burger gua makan dengan lahap walaupun tetap tidak bisa sampai habis. Menyisakan sedikit saja yang tidak termakan. Gua sadar malam itu harus makan setidak enak apapun badan gua menerimanya karena naik ke puncak pasti butuh tenaga yang lebih, kalau perut kosong bisa ga sampai puncak nanti.

Pendaki beristirahat di tengah trek ke puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Setelah semua persiapan beres. Makanan habis. Kami berkumpul di depan tenda. Berdoa dan sedikit beryel-yel sebelum melangkahkan kaki menuju puncak.

Kami berangkat sekitar pukul 02.30 WITA. Medan awal masih hutan karena kami harus melewati Pelawangan 3 dan 4. Selepas itulah medannya berubah, yang semula tanah menjadi batuan kerikil dan pasir.

Maria memandangi jalur ke puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Semula gua mengira medan seperti ini berarti sudah masuk ke Latter E Rinjani. Letter E ialah bagian tersulit dari trek puncak Rinjani karena medannya pasir dan bebatuan ditambah tingkat kemiringan yang disebut mencapai 45-60 derajat.

Tapi ternyata medan pasir berkerikil yang gua temui di awal masih jauh dari Latter E. Ini hanya permulaan.

Kemiringan Letter E Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Selepas dari medan pasir itu ada medan yang berupa tanah datar. Banyak pendaki yang mengira kalau bagian tersulit rinjani sudah dilewati. Tapi mereka harus kecewa karena jauh di atas sana masih ada yang lebih sulit.

Gua banyak berhenti saat pendakian ke puncak ini. Beberapa kali bahkan berhenti lama hingga dilewati sejumlah pendaki. Gua yang awalnya ada di depan yang lain pun menjadi paling belakang.

Pemandangan menjelang pagi dari jalur puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Hari itu gua ga mau mendorong terlalu jauh tubuh gua. Bayangan sakit saat ke Pelawangan masih terngiang. Jadi gua berjalan begitu santai, mencoba mengatur ritme agar badan tidak terasa sakit. Sekalian menikmati setiap langkahnya. Terutama saat masuk ke Latter E.

Tanda berada di Latter E adalah tanah yang berwarna merah. Warna merah di tanah ini karena letusan zaman dulu.

Salah satu batu besar yang ada di Letter E Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Di Latter E pendaki terus menanjak dengan medan berupa pasir dan bebatuan. Kemiringan tanah yang lumayan membuat penggunaan tracking pole jadi sangat berarti. Setidaknya itu bisa jadi pegangan dan membantu untuk menarik badan pendaki. Karena ga jarang langkah kita merosot karena pasir yang kita injak longsor.

Selain tracking pole, penggunaan gaiter juga sangat membantu. Dengan alat itu pendaki bisa terhindar dari ketidaknyamanan masuknya pasir atau kerikil ke dalam sepatu. Jadi bisa terus mendaki dengan kondisi kaki yang nyaman.

Pakai gaiter dan trekking pole akan membantu melewati Letter E Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Jangan lupa juga pakai sun block karena makin dekat puncak, matahari makin dekat. Kulit bisa terbakar. Apalagi kalau sampai puncaknya siang pas matahari lagi sombong-sombongnya nunjukin diri.

Baik tracking pole, gaiter dan sun block, semuanya ga ada yang gua bawa. Artinya ga ada yang gua pakai. Hahaha...

Trek ke puncak Gunung Rinjani berupa pasir dan bebetuan. Foto: Fachrul Irwinsyah

Latter E lumayan panjang. Katanya banyak pendaki yang gagal ke puncak di tengah-tengah Latter E ini. Mereka yang menyerah memilih untuk kembali turun ke Pelawangan. Ada juga yang memilih berhenti di satu titik untuk menunggu temannya yang tengah berusaha ke puncak dan kemudian turun bersama.

Tapi sulitnya Latter E ga berarti bagi gua, Iqbal, Wulan, dan Maria. Kami berempat didampingi Bang Jo sampai ke puncak Dewi Anjani, Gunung Rinjani. Meskipun dalam waktu yang lama.

Maria beristirahat di tengah jalur pucak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Catatan waktu di kamera gua kami sampai puncak sekitar pukul 09.30 WITA. Artinya pendakian ke puncak ini menghabiskan waktu 7 jam.

Pendaki beristirahat sebelum melanjutkan naik ke puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Kalau dibandingkan jadwal yang dibuat oleh pihak open trip, waktu kami jauh banget. Di jadwal itu mestinya sudah sampai puncak pukul 06.00 WITA, dengan catatan berangkat pukul 02.00 WITA. Artinya mestinya kami sampai puncak sekitar pukul 06.30 WITA karena berangkat pukul 02.30 WITA. Kenyataannya waktu kami merosot 3 jam.

Melihat lautan awan dari Letter E Gunung Rinjani. Foto: Johan

Tapi kami ga peduli waktu, yang penting semua bisa selamat sampai puncak. Maklumilah tenaga kami pas-pasan  terutama gua. Hahaha...

Setelah berdiam diri sejenak untuk mencerna pencapaian dari perjalanan berjam-jam hingga sampai ke puncak Rinjani, gua mulai sesi pemotretan. Segala sisi pemandangan dari ketinggian 3.726 Mdpl itu gua potret. Sembari menunggu giliran berfoto dengan plang puncak Gunung Rinjani.

Maria saat akan menyelesaikan Letter E Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Dari puncak Gunung Rinjani kita bisa melihat Danau Segara Anak yang di tengahnya terdapat Gunung Barujari. Dari puncak juga terlihat deretan tenda di Pelawangan.

Selain itu pastinya kita bisa melihat betapa panjangnya trek yang udah dilalui. Dengan melihat itu kita bisa sedikit berbangga dengan diri sendiri karena udah bisa melewatinya.

Puncak Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 Mdpl. Foto: Fachrul Irwinsyah  

Kami berada di puncak sekitar 1 jam. Pukul 10.30 WITA kami mulai melangkah turun, kembali ke Pelawangan 2.

(Ki-ka) Gua, Maria, Bang Jo, Iqbal, dan Wulan foto bareng di puncak Gunung Rinjani. Maaf Gunung Barujari di Danau Segara Anak ketutupan gua karena tukang fotonya ga ngasih tahu. Foto: Pendaki beruntung

13 Kali Jatuh di Perjalanan Turun

Sepanjang jalan turun dari puncak kaki gua benar-benar ga nyaman karena banyak pasir dan kerikil yang masuk ke sepatu. Belum lagi berkali-kali jari kaki gua mentok ke sepatu sampai terasa sakit di ujung-ujung jarinya.

Tapi yang paling gua ingat dari semuanya ialah tragedi jatuh. Setidaknya gua 13 kali jatuh terpeleset saat turun dari puncak. Setelah gua evaluasi kayanya ini karena outsole sepatu gua udah alus, jadi ga punya daya cengkeram lagi. Alhasil jatuh mulu lah gua.

Pendaki turun dari puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Turun mungkin menjadi perjalanan yang mudah, tapi ga berarti akan cepat dilalui. Kami beberapa kali berhenti untuk sekadar istirahat minum, makan jeruk atau menunggu yang tertinggal di belakang.

Perasaan gua perjalanan turun ke Pelawangan jauh lebih panjang dari saat muncak, meskipun sebenarnya lebih cepat 3 jam. Catatan waktu gua, kami tiba di Pelawangan 2 sekitar pukul 15.47 WITA, artinya perjalanan turun makan waktu sekitar 4 jam.

Pemandangan dari puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Bang Jo bilang kalau kami adalah rombongan open trip yang paling lambat yang pernah dia dampingin.

Lambatnya kami, memiliki konsekuensi lain. Perjalanan kami menjadi berbeda dengan jadwal yang dibuat pihak open trip.

Pemandangan Danau Segara Anak dan Gunung Barujari dari puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Bila sesuai jadwal harusnya setelah tiba di Pelawangan 2 dari puncak, kami langsung bersiap menuju Danau Segara Anak dan berkemah di sana. Tapi atas usulan Bang Jo, kami memutuskan untuk tidak langsung menuju Danau Segara Anak hari itu.

Pertimbangannya kami tiba di Pelawangan 2 sudah sore dengan kondisi tubuh yang lelah. Bang Jo menyarankan agar pindah ke Danau Segara Anak dilakukan esok pagi, sebab kalau dilakukan saat itu juga dikhawatirkan tiba di Danau Segara Anak terlalu malam.

Pemandangan dari puncak Gunung Rinjani ke arah Selatan. Foto: Fachrul Irwinsyah

Mengacu pada jadwal dari pihak open trip perjalanan ke Danau Segara Anak dari Pelawangan 2 memakan waktu 4 jam. Artinya kalau kami memaksakan ke Danau Segara Anak sore itu, kami akan menghadapi malam di jalan.

Gua pikir ini tidak akan nyaman, jadi gua sepakat dengan Maria untuk ke Danau Segara Anak keesokan paginya. Iqbal dan Wulan juga memutuskan hal yang sama. Jadilah satu malam lagi kami di Pelawangan 2.

Es Buah dan Sendirian di Tenda

Es buah menyambut kami yang baru turun dari puncak. Menyegarkan sekali.

Monyet di sekitar jalur puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Belum kelar mencerna es buah, Mas Adi dan Mas Anas menawarkan makan. Ah, sayang banget perut gua belum normal jadi makanan itu cuma gua sentuh sedikit, gua benar-benar sedih ngelihat makanan yang udah disipain ga bisa gua habisin.

Soal makanan hari itu belom habis. Menjelang malam, mas Anas mengetuk menawarkan pisang goreng. Gua pikir pisang goreng kaya di tukang gorengan, ternyata itu pisang goreng dihiasi dengan keju dan meses serta susu.

Edelweiss di sekitar puncak Gunung Rinjani. Foto: Fachrul Irwinsyah

Gua awalnya ragu buat makannya karena ada meses cokelat. Gua takut kejadian kaya pas makan Coki-coki, tapi sebodo amatlah ini terlalu sayang buat dilewatin. Jadi gua sikat aja sebisa perut gua menampungnya. Sampai titik mulai terasa mual.

Pelawangan 2 malam itu seperti malam sebelumnya. Anginnya kencang menggoyang tenda yang gua tiduri sendirian.

Iya, malam terakhir di Pelawangan gua tidur sendirian di tenda kapasitas 4 orang. Iqbal tidur di tenda cewek karena harus mengurusi Wulan.

Foto gua di puncak Gunung Rinjani. Foto: Johan

Baca Part 1 cerita pendakian gua ke Gunung RinjaniMemaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 1)

Baca Part 3 cerita pendakian gua ke Gunung RinjaniMemaksakan Diri ke Rinjani demi Tepati Janji (Part 3)

***

Nama Open Trip: Tiga Dewa Adventure

Biaya ke Rinjani 16-21 Agustus 2022 titik temu Bandara International Lombok: Rp 1.500.000

Fasilitas: Mobil travel; destinasi ke Rinjani, Desa Sade, Pantai Kuta, Bukit Merese, Pantai Tanjung Aan, Gili Trawangan; Peralatan tim selama pendakian seperti tenda, alat masak dll; makan selama pendakian; transportasi ke pusat oleh-oleh dan bandara.




Tinggalkan Komentar

Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.

Previous Post Next Post