Pertemuan Pertama dengan Soegi Bornean dan Panggung Pertunjukan

Soegi Bornean
Soegi Bornean saat tampil di Work Coffee dalam Atma Bersua Jawa Tour, Jakarta, 3 Juni 2022. Foto: Fachrul Irwinsyah

Dua tahun sudah tidak pernah lagi menonton konser musik secara langsung. Berdiri tepat depan musisi yang sedang beraksi, lalu bernyanyi bersama, jadi momen yang begitu dirindu dalam dua tahun tersebut.

Balon rindu itu akhirnya pecah pada Jumat, 3 Juni 2022. Adalah tur Pulau Jawa Atma Bersua milik Soegi Bornean yang jadi pemecahnya.

Gua melaju dari Koja, Jakarta Utara, menuju Work Coffee di Cilandak, Jakarta Selatan, sore itu. Perjalanan gua ke kafe bergaya industrial itu tidaklah mulus. Beberapa kali salah belok hingga lokasinya terlewat. Maklum, daerah Cilandak belum bersahabat sama gua, tapi gua tetap gigih buat bisa sampai di tempat itu. Sebab rasa untuk berjumpa dengan panggung pertunjukan tak bisa ditahan lebih lama lagi.

Selepas Magrib gua sampai di Work Coffee. Saat itu belum banyak pengunjung yang datang karena memang Fanny Soegi, Aditya Ilyas dan Bagas Prasetyo masih beberapa jam lagi naik panggung.

Pertunjukan malam itu dibuka oleh penampilan Elegi dan Costarima. Dua band itu punya warna musik yang sama dengan Soegi Bornean.

Sementara si empunya panggung baru muncul sekitar pukul 21.00 WIB. Mereka menyapa malam itu dengan Bait Perindu. Lagu itu sukses membuat kerumuman berjumlah ratusan orang tersebut ikut bernyanyi bersama.

Fanny, sang vokalis, tidak bisa menyembunyikan rasa harunya melihat sambutan fans malam itu. Ia terkesima hingga tidak bisa berkata-kata saat jeda antar lagu. Ia bahkan menyerahkan kata pengantar malam itu kepada Ilyas, si gitaris yang berdiri di sisi kanannya.

Kurang lebih Ilyas bilang begini,"kami tidak menyangka sambutan di Jakarta seperti ini. Terima kasih buat teman-teman yang sudah datang."

Kata terima kasih dan apresiasi berkali-kali diucapkan oleh band asal Semarang itu. Sebab Jakarta adalah kota pertama mereka dalam rangkaian tur kali ini, sambutan yang hangat malam itu pun menjadi semangat tersendiri untuk melanjutkan perjalanan ke tujuh kota berikutnya, yakni Bogor, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Malang.

Malam itu, setelah Bait Perindu, Soegi Bornean melanjutkan dengan lagu Haribaan. Lagu ini masih menceritakan tentang kerinduan seseorang, namun temponya lebih cepat dibanding Bait Perindu. Ini salah satu nomor favorit gua dari Soegi Bornean. Bagian reffnya adalah yang terbaik.

"Sengaja 'ku tersesat 'tuk rindu pulang berteduh di haribaan. Sengaja 'ku tersesat 'tuk menuju rindu," sepenggal lirik Haribaan yang dinyanyikan Soegi Bornean.

Soegi Bornean
Penonton mengambil gambar Soegi Bornean saat tampil di Work Coffee dalam Atma Bersua Jawa Tour, Jakarta, 3 Juni 2022. Foto: Fachrul Irwinsyah

Dua lagu berikutnya yang mereka mainkan malam itu ialah Semenjana dan Saturnus. Usai Saturnus rampung, Fanny mengambil buku catatan kecilnya. Di dalam buku itu sebuah puisi hendak dibaca. Namun, konsentrasinya terdistraksi oleh penonton yang menyahuti puisi tersebut. Bait yang terpotong itu pun kemudian dilanjutkan oleh Ilyas.

Puisi itu adalah pengantar untuk lagu Samsara. Lagu yang liriknya cukup dalam. Setidaknya Fanny mengatakan itu dari atas panggung.

Raksa dan Pijaraya menjadi nomor keenam dan ketujuh dalam repertoar Soegi Bornean malam itu. Sementara sebagai penutup lagu Asmalibrasi menjadi andalan.

Lagu terakhir itu merupakan paling banyak didengar di platform audio Spotify. Lagu itu juga yang mengantarkan gua bertemu dengan Soegi Bornean.

Sebagai lagu terbanyak didengar, Asmaralibrasi sukses menutup pertunjukan malam itu dengan kor dari penonton. Petikan gitar dari Ilyas dan Bagas ditambah merdu suara Fanny membuat malam itu semakin syahdu. Nyala flash light dari HP para penonton yang ikut bernyanyi bersama menjadi warna indah penutup konser.

Kesan Soegi Bornean

Soegi Bornean
Gitaris Soegi Bornean, Ilyas, memberikan bunga untuk penonton saat tampil dalam Atma Bersua Jawa Tour, Jakarta, 3 Juni 2022. Foto: Fachrul Irwinsyah

Soegi Bornean adalah trio folk asal Semarang. Gua kenal mereka dari Spotify saat pandemi. Gua yang pengguna gratisan ini diputari lagu Asmaralibrasi oleh platform streaming tersebut. Lagu yang diputar secara acak itu ternyata sukses membuat gua mengenal karya lainnya dari Soegi Bornean.

Gua tertarik sama band ini karena instrumen mereka yang sederhana. Mereka hanya main dengan dua gitar. Saat live di Work Coffee, mereka dibantu dengan satu additional keyboard.

Gua memang mudah jatuh cinta sama musik yang sederhana. Tapi Soegi Bornean gak cuma soal musik yang sederhana, lirik yang mereka buat juga unik. Mereka banyak menggunakan diksi yang tidak biasa. Contohnya aja di judul-judul lagu mereka seperti Haribaan, Semenjana, Raksa dan Samsara. Gak jarang juga saat mendengarkan lagu mereka gua mesti buka aplikasi KBBI di HP gua buat paham maksud dari lagunya.

Selain soal musik dan lirik, Soegi Bornean juga sukses mencuri perhatian gua karena warna lagunya. Musisi folk saat ini lagi banyak banget yang naik daun, tapi kebanyakan mereka membawakan lagu-lagu yang sedih atau terlalu dalam. Tapi Soegi Bornean membawakan lagu dengan suasana yang menurut gua menyenangkan. Asmaralibrasi dan Haribaan adalah contohnya.

Dalam penampilan live, mereka juga punya identitas sendiri. Gaya penampilan mereka berbeda dengan musisi lainnya. Sedikit etnik dengan menggunakan kain pada bawahan dan atasan yang sederhana. Fanny sebagai vokalis menggunakan stand mic yang terbuat dari bambu. Wanita berdarah Kalimantan ini juga selalu tampil tanpa alas kaki, sedikit mengingatkan dengan Ari Lesmana, vokalis Fourtwnty.

Di stand mic itu juga beberapa tangkai mawar tertempel. Mawar itu akan diberikan oleh sang vokalis maupun personel lainnya untuk para penonton di tengah pertunjukan. Laki atau perempuan bisa punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan bunga tersebut.

Soegi Bornean
Penonton yang mendapatkan bunga dari Soegi Bornean dalam Atma Bersua Jawa Tour, Jakarta, 3 Juni 2022. Foto: Fachrul Irwinsyah

Malam saat live di Jakarta mawar yang dibagikan lebih banyak dari yang tertempel di stand mic. Semua penonton berebut untuk mendapatkannya. Lagi pula siapa yang ga mau dapat bunga dari idola. Bagi mereka yang mendapatkannya tentu menjadi kesan yang tidak terlupakan.

Tapi gua bukan bagian dari penonton yang beruntung itu. Meski begitu malam itu tetaplah berkesan. Sebab di atas panggung sederhana halaman tengah sebuah kafe di Jakarta Selatan, gua bisa kembali menikmati pertunjukan musik secara live. Menikmati lagi riuhnya penonton yang nyanyi bersama. Melihat lagi bagaimana diskusi musisi di atas panggung untuk memulai lagunya, menyapa penonton dan mengajaknya bernyanyi bersama. Momen yang hilang dan dirindukan sepanjang pandemi yang sudah dua tahun.

Malam itu jadi pembuka gua untuk menyaksikan konser musik lainnya. Sama seperti Soegi Bornean yang tampil malam itu untuk membuka rangkaian tur mereka di Pulau Jawa.

Mari kita bersenang-senang dengan panggung pertunjukan!


Tinggalkan Komentar

Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.

Previous Post Next Post