"Sebaik-baiknya rencana adalah yang diwujudkan". Gua memakai kalimat itu sebagai mantra untuk menghadirkan rencana-rencana dalam otak ke dunia nyata. Satu isi kepala gua pun terjadi lagi, kali ini sebuah buku, eh maksudnya album foto.
Sabtu, 19 Desember 2020, bersama Bitam (commuter bike gua) gua melaju menuju PrimaGraphia di Senen untuk mencetak 191 halaman + cover dan merangkainya menjadi buku berjudul "Album Foto Panggung 2012-2019". Isinya adalah foto-foto pertunjukan yang gua potret dari tahun 2012-2019.
Benang merahnya adalah semua foto dengan objek pertunjukan di atas panggung yang penuh lampu warna-warnai. Sebagian besar penampilan musisi, tapi ada juga pertunjukan drama dan pantomim.
Ide buat ngumpulin foto-foto itu sebenarnya udah ada dari 2019. Gara-garanya pas buka harddisk dan lihat isinya banyak foto panggung. Terus gua pikir, kayanya udah cukup buat dibukuin. Akhirnya terjadilah.
Kebetulan juga sepanjang 2020 ini ga ada pertunjukan live yang bisa didatengin. Jadilah makin bersemangat buat nyetak nih buku.
Meskipun judulnya "Album Foto", tapi tetap gua ga langsung masukin semua isi harddisk ke buku ini. Gua pilih dulu beberapa foto dari sekitar 47 acara yang gua potret. Dasarnya bagus secara visual dan sesuai sama kebutuhan layout.
Pilah-pilah itu menghasilkan 201 foto yang kemudian gua muat dalam buku kali ini. Kalau total seluruhnya gua lupa. Mungkin bisa sampai ribuan. Secara gua kalau motret panggung sering pakai mode continuos, jadi ya hasilnya banyak.
Foto-foto yang gua pilih ini difoto dengan berbagai kamera. Ada yang gua foto waktu masih punya Nikon D3100, ada juga yang pake HP, dan yang terbaru tentu dengan mirrorless Sony A7000.
Secara layout buku ini sederhana banget. Ga banyak grafis. Ya namanya juga album foto ya, jadi isi fotonya yang lebih penting.
Nyusunnya juga cuma berdasarkan warna lampu yang dominan dari foto tersebut. Jadi foto yang dominan kuning, gua kumpulin sama yang warna kuning lainnya. Biar enak aja si sebenarnya pas dilihat.
Ukuran fotonya ga sama semua. Ada yang kecil, standar dan besar. Gua pilihnya berdasarkan, kayanya foto ini dicetak lebih besar bagus dah. Hahaha... Ya namanya juga kan bukan kurator foto, jadi berdasarkan suka aja.
Oh iya foto-foto yang ada dalam buku ini juga ga semuanya pernah gua bagi ke medsos. Ada yang emang ga sama sekali gua bagi. Contohnya tampang jeleknya Brian Sheila on 7 saat main drum atau fotonya Jimmy The Upstairs yang sebelumnya cuma gua muat di Flickr.
Tujuan utama gua nyetak buku ini sebagai alternatif mendokumentasikan hasil foto-foto yang udah gua potret. Dengan dicetak seperti ini gua ngerasa umur foto-foto gua akan lebih panjang dibanding cuma ada di penyimpanan digital.
Lebih enak juga buat dilihatnya. Karena di buku ada tata letak yang membuat foto satu dengan lainnya seperti terkait dan berbicara. Padahal mungkin itu dua acara yang berbeda.
Buku gua ini ukurannya cuma A5, selain lebih murah diongkos cetaknya, ukuran segini yang paling ideal buat gua. Soalnya dulu pernah cetak ukuran A4 dan hasilnya menurut gua kebesaran bikin sulit buat disimpan.
Satu yang ga gua sangka ternyata 191 halaman itu tebal. Gara-gara ini juga ada satu foto yang gua tempatin di bagian tengah jadi ga keliatan. Tapi gua tetap puas kok sama hasilnya.
Mudah-mudahan ini jadi inspirasi buat siapa aja yang hobi motret. Ga salah tahu kalau kita cetak foto-foto kita dalam bentuk buku kaya gini. Biarpun buku itu cuma jadi koleksi pribadi kaya punya gua ini.
Buku ini bisa jadi media nostalgia di masa depan nanti saat colokan USB bentuknya udah ga segi panjang lagi. Atau saat orang-orang udah ga pakai harddisk lagi buat nyimpen foto dan komputer kehilangan ketenarannya.
Ingat digital itu singkat, analog abadi!
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.