Sepeda pertama gua kalau tidak salah itu merek Wimcycle, warna oranye. Serinya gua lupa, tapi itu tipe MTB. Uniknya suspensi sepedanya bukan pakai per ulir kaya sekarang, tapi terbuat dari kaya bantalan karet yang ditempatkan di ujung depan frame sepeda. Gua udah coba cari fotonya di google, tapi ga ketemu. Jadi coba bayangin sendiri ajalah ya.
Sepeda kedua gua adalah Polygon kali ini bentuknya beneran kaya MTB pada umumnya. Seingat gua ini sepeda bekas. Gua beneran lupa cara dapetinnya. Gua cuma inget pernah pakai ini sepeda ke sekolah waktu SMP dulu.
Belum lama gua juga punya sepeda lipat merek Evergreen ukuran 20 inchi. Ini sepeda pertama yang gua beli dari uang tabungan. Kalau ga salah gua beli zaman STM. Harganya saat itu sekitar Rp 1,2 juta.
Selain sepeda lipat (seli), gua juga punya MTB merek Fuji seri Nevada 1.9. Sepeda pemberian ayah gua itu pernah gua pakai ke kampus beberapa kali. Sepeda itu juga yang paling sering gua gunain belakangan ini.
Sepeda Fuji dan Evergreen menjadi dua sepeda yang saat ini fisiknya masih ada di rumah gua. Yang Evergreen udah jarang dipakai, sementara yang Fuji jadi milik ibu. Karena doi balik sepedahan lagi sama teman-temannya. Sementara sepeda yang Evergreen kadang dipakai sama ayah gua. Terus gua pakai apa?
Nah, sekarang kita mulai cerita perakitan sepedanya.
Gua berniat punya sepeda baru karena teracuni oleh gambar-gambar road bike dengan diameter frame yang kecil. Karena gua ngerasa road bike lebih bisa buat ngebut di jalan raya dan kayanya lebih nyaman dibanding MTB.
Terhasut keinginan itu gua sampai berniat buat jual seli dan MTB buat nambahin duit beli sepeda yang baru. Tapi urung terlaksana gara-gara ga dapat izin dari "raja" dan "ratu".
Khusus untuk yang MTB gua berat hati buat jual karena itu sepeda baru ganti group set dari Shimano Tourney 3x7 ke Shimano Alivio 3x9. Jadi ngerasa sayang buat gantiinnya, buang-buang uang gitu loh.
Setelah sekian lama berpikir dan berselancar di dunia maya, hasrat untuk punya sepeda baru bergeser dari road bike ke gravel bike. Itu sepeda yang bentukannya mirip road bike tapi menggunakan ban lebih lebar karena peruntukannya selain untuk di jalan raya juga untuk melibas trek berlumpur.
Karena harga sepeda jadi gravel itu mahal dan gua ga mau beli sepeda mahal-mahal, jadilah gua memutuskan untuk merakit sendiri. Selain karena harga juga karena ada group set dari MTB yang Fuji tidak terpakai. Jadi salah satu tujuan merakit juga agar komponen tersebut bisa dipakai lagi.
Pilihan awal gua jatuh ke frame berbahan chromoly milik XLR 8, harganya sekitar 3 juta. Itu belum sama fork. Tapi balik lagi, harganya membuat gua sungkan buat belinya. Jadilah gua mencari kembali hingga akhirnya gua dapat frame dan fork dengan bahan yang sama merek Fujiwara.
Itu frame dan fork lama. Untuk serinya gua kurang tahu si, yang jelas pemilik sebelumnya pakai frame ini buat sepeda gravel. Tapi pemiliknya yang lama pakai ban 650b sedangkan gua mau bikin pakai ban 700c.
Frame dan fork itu gua beli pada awal Maret 2020. Niat awal gua mau nyicil beli part yang lain setiap bulannya. Ini emang proyek santai si. Sampai akhirnya pandemi datang dan merusak semua rencana.
Bersepeda jadi booming. Semua orang mengayuh pedal. Harga sepeda jadi mahal karena permintaan yang tinggi. Ga cuma untuk sepeda jadi, part sepeda juga sulit didapat. Kalau pun ada harganya udah naik. Kondisi itu ngebuat rencana keuangan gua berantakan.
Gua tahu situasi itu akan berlangsung lama. Jadi gua memutuskan untuk segera membeli beberapa part yang ada meski harganya lebih mahal. Soalnya gua juga udah gatal mau sepedahan lagi. Mau pakai yang Fuji settingannya udah berubah karena biasa dipakai ibu.
Pengumpulan part dimulai bulan Juni dan berakhir di bulan September. Ada beberapa part yang udah kebeli tapi ternyata ga sesuai. Seperti adapter stem yang ternyata salah ukuran. Terus ada juga dropbar dan tuas rem yang akhirnya ga guapakai karena ga nyaman dengan stang model kaya gitu.
Oh iya, gua juga terpaksa beli front derailleur (FD) karena yang punya Tourney copotan MTB ternyata ukuran diameternya kebesaran. Jadi ga bisa dipasang di frame gua.
Selain FD, part dari MTB yang ga gua pakai yaitu bottom bracket yang rusak, dan brifter. Sementara barang yang gua beli tapi ga bisa gua pasang karena salah ukuran selain yang gua sebutin sebelumnya juga ada bar tape (belum sempat dipasang waktu instalasi dropbar) dan adaptor FD.
Sebelum dirakit frame dan fork gua bawa ke bengkel cat di dekat rumah gua. Sebenarnya niat awalnya gua mau cat di daerah Tangsel, tapi karena ga ada respon baik dari pemilik bengkel gua pilih tempat lain. Tapi sayang hasil yang gua dapat kurang memuaskan. Warnanya si sesuai dengan yang gua mau. Tapi ada beberapa bagian cat yang menggelembung dan ga rata. Kecewa!
Itu jadi pelajaran berharga buat gua. Kalau ada uang nanti gua bakal bawa ke tempat cat yang lebih serius. Tapi mungkin masih tahun depan atau depannya lagi. Nikmatin dululah yang ada sekarang.
Dari bengkel cat, gua beralih ke bengkel sepeda. Pada 20 September 2020, frame, fork, dan part lainnya gua bawa ke bengkel di dekat rumah untuk dirakit. Lagi-lagi gua agak kecewa dengan pilihan bengkel yang kali ini. Semua bagian sepeda terpasang dengan baik kecuali di kabel rem yang ada kesalahan potong akibatnya harus disambung. Terus ternyata mereka ga bisa pasang bar tape. Jadilah saat itu sepeda gua bisa dikatakan baru selesai 90 persen.
Tapi gua bersyukur bar tape ga jadi terpasang. Karena setelah itu gua sadar kalau drop bar ga nyaman buat gua. Entah itu karena ukuran drop barnya yang kurang lebar atau karena shifter yang gua pakai ga sesuai, jadi agak mengganggu kemudi.
Gua akhirnya membulatkan tekad mengganti bagian kemudi dengan rise bar. Artinya gua harus beli kembali handle bar, tuas rem, dan hand grip. Gua juga beli aksesoris standar tengah.
Kali ini gua ganti bengkel. Tahap penyempurnaan ini terjadi pada 25 September 2020. Hasilnya sepeda itu jadi nyaman buat gua pakai.
Di rumah keranjang depan Commusket buatan Summersun gua pasang sendiri. Dengan sedikit modifikasi di pelat dudukannya yang menyatu pada hub, keranjang itu pun terpasang dengan baik. Jadilah sebuah sepeda commuter.
Yap, selesai sudah rangkaian perakitan sepeda gua. Dari yang niat buat road bike, kemudian berubah gravel bike, hingga yang terealisasi adalah commuter bike. Pilihan jadi commuter bike karena racun dari sepeda-sepeda di Jepang yang sering nongol di explore Instagram. Lagi pula kayanya commuter bike lebih cocok buat gua.
Sepeda baru itu gua beri nama Bitam akronim dari warnanya yang biru hitam. Saat ini dia yang menempati ruang di kamar gua. Gantiin tempat Fuji yang udah diakuisisi ibu.
Nah, apa aja yang gua beli buat Bitam dan berapa biayanya, gua jabarin di bawah ya:
DASAR
Frame + fork Fujiwara: Rp 618.000
Pengecatan: Rp 500.000
Ongkos rakit di dua bengkel: Rp 340.000
KOMPONEN
Adapter Stem (22,2 dan 21,1): Rp 35.000+54.300= Rp 89.300
Stem Raceface (25,4): Rp 125.000
Dropbar 34 cm (25,4): Rp 105.500
Bartape biru Viva: Rp 50.200
UBrakeset: Rp 313.000
Shifter Altus CT15 (3x7): Rp 255.500
Kabel shifter TRLREQ (1 set): Rp 127.500
Ban dalam Kenda 700x23/25c (1 set): Rp 135.000
Ban luar Kenda 700x25c (1 set): Rp 225.000
Rims set Platinum 700x17c (1 set): Rp 220.030
Spoke unbrand 14gx283mm black: Rp 144.500
Rim Tape unbrand 700x16c: Rp 31.500
Risebar United: Rp 80.000
Handlebrake Pacific: Rp 45.000
Handlegrip unbrand: Rp 27.000
Keranjang + Strap Summersun: Rp 400.000
Pedal: Rp 40.000
Seatpost United (25,4): Rp 37.500
Seatclamp quick realese: Rp 49.500
Sadel Pacific: Rp 55.247
BB Kotak Exotic 122: Rp 122.968
FD Suntour: Rp 115.663
Standar Tengah Massload: Rp 389.500
Pelat Standar Tengah unbrand: Rp 13.500
Rantai United RT-211 7 speed: Rp 57.000
Anting RD: Rp 45.500
TOTAL RAKIT SEPEDA: Rp 4.758.408
Seperti yang gua sebutin di cerita, ada beberapa part yang tidak terpasang. Gua berencana akan menjualnya di toko online tentu dengan harga yang lebih murah. Harga jualnya udah gua susun tinggal foto dan jual. Kita tunggu aja mudah-mudahan cepat laku.
Keitung murah ngab segitu. Jadi pengen rakit juga.. sehat selalu
ReplyDeletePost a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.