“Paul, kelar rilis, tolong ke alamat orang ini yak,” pesan redaktur gua melalui pesan Whats App yang diikuti dengan link twitter dan foto biodata seorang narasumber. Informasi itu terkait salah satu travel agent yang diduga menelantarkan kliennya di Amsterdam, Belanda. Gua ditugaskan untuk konfirmasi wanita yang diduga pemilik biro perjalanan tersebut.
Titah sudah turun, tidak bisa lagi mengelak. Meluncurlah gua ke daerah Marunda Baru, Jakarta Utara seperti yang tercantum dalam pesan tersebut.
Berdasarkan Google Map jaraknya sekitar 30 menit. Perjalanan ke lokasi diwarnai rasa was-was akan langit yang makin gelap dan jarum bensin yang makin tiarap. Untungnya gua bisa tiba di lokasi dengan selamat. Tanpa basah hujan dan keringat karena harus dorong motor. Sebenarnya hujan turun di tengah perjalanan, tapi karena gua menghindar dari basah, gua memilih neduh daripada harus kuyub.
Setibanya gua di lokasi, gua menunggu di salah satu pos yang berada di seberang rumah tersebut. Tak berselang lama dua mobil Gran Max silver tiba. Beberapa orang keluar dari mobil. Mereka berpakaian hitam.
Awalnya gua mengira mereka merupakan pekerja dari travel agent yang gua datangi. Ternyata bukan. Mereka adalah tim Tercyduk. Duh siapa nih yang mau diciduk?
Cerita punya cerita ternyata mereka sedang menyewa rumah tersebut sebagai basecamp karena sedang shooting di sekitar daerah tersebut. Bagaimana dengan travel agent yang jadi target gua? Gak ada. Pemilik travel memang tinggal di rumah tersebut, namun saat gua datang kabarnya orang itu sedang pergi.
Informasi itu gua terima dari Pak RT yang merupakan orang tua pemilik travel. Ia tidak merinci detail tentang lokasi anaknya saat ini. Ia juga enggan memberikan nomor putrinya tersebut.
“Iya ini rumahnya tapi orangnya gak ada. Gak punya nomornya,” kata pria berkaos polo biru itu.
Ia memang tidak banyak bicara. Usai mengatakan itu, pria kurus tersebut langsung menghilang dari rumah. Entah pergi kemana.
Hasil yang menimalis itu gua laporin ke bos besar. Tujuannya agar si bos ngerti dengan kondisinya dan gua bisa geser ke tempat lain.
Namun, ya nasib, hujan turun begitu derasnya. Gua terjebak di rumah itu bersama tim Tercyduk. Jadilah gua bercengkrama dengan mereka.
Gua berbincang dengan salah satu talenta mereka yang menjadi figuran dengan dialog. Menurut pria yang gua lupa namanya itu ia dibayar Rp 400.000. Katanya itu bayaran untuk sehari. Tapi dia emang cuma shooting satu hari doang si.
“Kalau saya sebagai yang jual cewek-cewek gitu. Jadikan ada dialognya tuh sedikit bayarannya Rp 400.000. Cuma di sini kalau udah sekali dipakai gak bisa lagi. Jadi kalau tahun lalu udah main ya gak bakal bisa ikut lagi,” jelad pria gempal tersebut.
Menurutnya metode sekali pakai untuk menghindari kesan rekayasa dalam acara tersebut. Takutnya jika talennya sama, penonton akan mencurigai karena si pemain A ternyata pernah jadi B dalam episode yang berbeda.
Ngeri juga ini, jadi yang punya acara mesti hafal pemain-pemainnya dari episode satu sampai sekarang. Katanya sudah sampai 200 episode. Gila, itu berarti pemainnya bisa lebih dari 400.
Mereka juga gak boleh mempublikasikan proses shooting atau saat break ke sosial media mereka. Mungkin hal ini biasa buat dunia perfilman agar film tidak bocor. Tapi dalam acara ini, selain alasan itu juga agar identitas asli para talenta tidak ada yang tahu. Media sosial bisa lebih kejam dari kenyataan, my friend.
Basecamp juga gak selamanya di rumah ini. Mereka akan pindah lagi setelah shooting rampung. Kata salah satu krunya rumah itu mereka gunakan hingga Rabu (28/11).
Hmm, apa gua laporin ke Tercyduk aja kali ya, biar bisa ketemu sama pemilik travel agent itu?
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.