Februari jadi bulan paling mengejutkan buat gua. Musababnya hasil lab tes corona yang gua lakukan pada 12 Februari membuat gua harus menjalani isolasi. Ya hasil tes itu menunjukan hasil positif COVID-19.
Saat itu tes yang gua lakukan hanya swab antigen. Gua melakukan tes swab karena baru selesai sakit meriang, gejala flu, dan sakit tenggorokan. Kurang lebih satu minggu gua menderita sakit itu.
Gua masih ingat badan gua meriang pas piket malam 3 Februari. Waktu itu lagi bikin berita dentuman di Malang. Badan meriang dengan sedikit panas, gua coba obatin dengan obat andelan, Ultraflu. Tapi obat bukan sihir yang bisa bikin langsung sembuh.
Sampai akhirnya Jumat, 6 Februari gua memutuskan menghadap dokter. Tiga jenis obat gua terima dari dokter yaitu obat pilek, alergi dan antibiotik. Karena ada gejala pilek, dokter mewanti-wanti kalau sampai lima hari atau saat dosis obatnya habis gejala itu belum hilang, maka gua diminta untuk swab test antigen.
Obat yang gua terima dari dokter. |
Obat dari dokter habis pada 11 Februari. Meriang gua sembuh, sakit tenggorokan udah engga, gejala flu pun tidak terasa lagi. Tapi, karena gua mau memastikan semua baik-baik saja, gua inisiatif buat swab test antigen di Klinik Asyifa tempat gua berobat, padahal kalau ingat kata dokter itu ga perlu loh. Hahaha...
Emang lagi sial kali ya, hasilnya seperti gua bilang di atas: positif. Gua langsung kasih tahu kantor soal kondisi itu. Besoknya gua datengin beberapa puskesmas buat cari tahu prosedur swab PCR biar dapat gratis. Karena gua masih menggunakan asas praduga tidak bersalah saat terima hasil positif swab antigen.
Sampai akhirnya ketemu hotline puskesmas untuk COVID-19. Gua pun diarahin untuk swab PCR di Puskesmas Rawa Badak Selatan pada 15 Februari.
Hasil swab PCR itu keluar tiga hari kemudian. Melalui pesan WhatsApp gua dikabarin kalau gua positif COVID-19. Foto surat hasil tesnya pun dikirimkan melalui aplikasi itu. Gara-gara hasil itu gua harus menjalani isolasi mandiri selama kurang lebih 10 hari terhitung dari 17 Februari, saat hasilnya keluar.
Hasil tes positif corona yang gua terima. |
Saat itu tracer dari Puskesmas memberikan gua dua pilihan: isolasi mandiri di rumah atau dirujuk ke tempat isolasi yang disediakan pemerintah. Dengan berbagai pertimbangan gua memilih untuk isolasi mandiri di rumah. Salah satu alasannya gua gak bergejala sama sekali.
Sebenarnya gua juga ga masalah kalau harus dirujuk. Toh kata teman-teman gua yang pernah diisolasi di sana, pelayanan dan fasilitasnya baik. Tapi ya itu karena gua merasa tidak ada gejala sama sekali dan sanggup buat isolasi mandiri jadi kayanya ga perlu sampai dirujuk. Gua juga ngerasa kayanya ada yang lebih membutuhkan tempat rujukan daripada gua.
Sejak hasil PCR itu keluar semua keluarga gua yang satu rumah diminta untuk melakukan tes yang sama. Hasilnya mereka semua negatif. Alhamdulillah.
Jadi cuma gua yang harus menjalani isolasi mandiri. Selama proses itu gua menghabiskan banyak waktu di dalam kamar. Gua keluar kamar cuma untuk ambil makan-minum buat dibawa ke kamar, kencing, boker dan mandi.
Setiap keluar kamar, gua selalu pakai masker medis. Untungnya kantor gua kasih masker itu pas tahu gua positif, jadi punya stok banyak. Hahaha...
Masker medis selain lebih aman, menurut gua juga lebih nyaman. Alasannya karena ringan dan cara pakainya simple ga perlu diikat-ikat kaya kebanyakan masker bahan.
Satu hal yang paling gua rindukan ketika isolasi adalah nongkrong di ruang tengah. Biasanya gua selalu duduk di sofa sana sambil nonton TV dan makan malam. Di tempat itu juga biasanya keluarga gua kumpul.
Terkesan berlebihan mungkin karena cuma 10 hari. Tapi perlu diketahui sejak gua sakit, gua udah mengisolasikan diri di kamar meskipun saat itu gua belum dinyatakan positif. Jadi kalau ditotal gua itu udah isolasi selama 24 hari. Cukup lama kan.
Masa isolasi gua selesai pada 27 Februari. Karena gua ga bergejala dan isolasi mandiri jadi ga ada tuh swab PCR lagi setelah isolasi 10 hari. Menurut pihak Puskesmas kalau selama 10 hari itu ga ada gejala ya sudah. Gua akan dikasih surat selesai pemantauan dari Puskesmas. Dengan kata lain dianggap sembuh kali ya.
Tapi lagi-lagi, demi kebaikan bersama, gua memutuskan untuk melakukan swab antigen lagi sehari setelah selesai isolasi. Jujur si awalnya ragu ya karena masih ada takut kalau hasilnya positif, kan sayang udah keluar ratusan ribu. Untungnya hasil tes dari RS Royal Progress bagus, gua negatif.
Oke aman, tapi gua ngerasa belum cukup. Tanggal 2 Maret akhirnya gua berangkat ke tempat swab test PCR di Sunter, namanya Bumame Farmasi. Swab PCR kali ini harus bayar sendiri, lumayan hampir sejuta, beruntung hasilnya bagus, gua tetap negatif. Alhamdulillah ga jadi sedih. Hahaha
Hasil tes negatif corona yang gua dapatkan usai isolasi. |
Kelar sudah urusan sama corona. Sekarang waktunya ngelanjutin rencana lagi.
Oh iya, makasih buat kantor gua atas perhatiannya. Buat makanan, masker, dan "obatnya", juga tawaran libur seminggunya.
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.