Kacamata besar menempel di atas kepalanya. Wajahnya sedikit cemong karena abu dari pembakaran hio. Kondisi yang sama juga terlihat pada kaos merah berkerah yang ia kenakan. Di belakang kaos tersebut tertulis dengan huruf besar “Yayasan Wihara Dharma Bakti” dan gambar bunga teratai di bawahnya.
Kondisi itu merupakan gambaran dari puluhan pekerja Wihara Dharma Bakti yang hari itu tengah sibuk membantu para umat Konghucu untuk sembayang saat Imlek. Sekitar 10 menit sekali mereka akan mendatangi setiap ruang doa. Meraka akan mencabut hio dari tempatnya jika dirasa sudah penuh.
“Kalau sedang ramai seperti ini kami tidak bisa menunggu hingga hio habis terbakar. Itu akan susah untuk dicabut. Jadi kalau tempat hio-nya sudah penuh kita langsung cabut dan dibakar (di pagoda),” kata Agus salah seorang pekerja di kelenteng yang terletak di Jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, tersebut.
“Mereka pasti memaklumi dengan kondisi itu. Karena memang sedang ramai,” tambahnya.
Menurut Agus ada 30 orang pekerja di klenteng tersebut, mulai dari remaja hingga yang berusia tua. Mereka dibagi dalam beberapa shift dan memiliki wilayah kerja masing-masing. Selain merapihkan hio, para pekerja tersebut juga bertugas untuk membersihkan altar dari abu. Ada pula yang bertugas untuk menyiapkan botol minyak yang akan digunakan umat.
“Pekerja ada 30-an kebanyakan muslim, termasuk saya. Hampir 90% muslim, paling ada 4 atau 5 yang Budha,” ungkap Agus yang mengaku sudah 10 tahun bekerja di kelenteng tersebut.
Menurut Agus momen Imlek adalah yang paling ditunggu para pekerja. Karena di saat itu kelenteng ramai dikunjungi. Para pengunjung juga kerap memberikan angpau kepada para pekerja. Agus menyebut ia pernah mendapat sampai Rp 3 juta dalam sehari perayaan Imlek.
“Tahun lalu itu bisa dapat Rp 3 juta. Itu mah masih kecil ada yang bisa dapat sampai Rp 5 juta. Tergantung tamunya, kadang ngasih besar kadang engga (memberi)” tutur Agus yang tetap mensyukuri apa yang dia peroleh.
Selain Imlek ada beberapa perayaan lainnya yang juga mengundang banyak umat datang ke kelenteng. Suasana itu akan terasa hingga masuk bulan April. Dalam emapat bulan itu Agus mengaku bisa membiayai hidupnya dari angpau yang ia terima. Namun, setelah itu, ia dan beberapa pekerja lainnya mengandalkan pemberian dari yayasan kelenteng untuk biaya hidup.
“Kami dapat uang makan dikasihnya setiap hari Sabtu. Terus tiap bulan dapat beras 50 kilogram kalau yang karyawan. Kalau yang bantu-bantu paling 25 kilogram,” ucap Agus.
Wihara Dharma Bhakti menjadi satu tempat yang ramai dikunjungi saat Imlek datang. Bukan hanya bagi mereka yang beribadah, tapi juga untuk para fotografer yang ingin mengabadikan momen sakral itu, tak terkecuali untuk gua. Namun, kali ini gua memilih untuk mengabadikan Agus dan teman-temannya dalam membantu para umat Konghucu menjalankan ibadahnya.
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.