“Jadi berdasarkan pantauan tersebut, kami dari tim SAR Basarnas pusat mengambil keputusan bahwa operasi SAR ini, secara terpusat itu disudahi atau ditutup hari ini,” kata Syaugi di posko evakuasi JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (10/11).
Sejak hari ke-11 pencarian pesawat rute Jakarta - Pangkalpinang itu dilakukan sendiri oleh Basarnas tanpa melibatkan pihak luar. Tercatat hanya kapal Baruna Jaya I milik Badan Pusat Pengembangan Teknologi (BPPT) yang masih ikut proses evakuasi bersama Basarnas hingga hari terakhir pencarian.
Sementara potensi SAR lainnya seperti dari TNI AL, Polisi Air, Bakamla, KPLP, Bea Cukai, dan kapal Teluk Bajo Victory milik Pertamina sudah tidak ikut mencari korban pesawat berkode registrasi PK-LQP tersebut. Baik di permukaan perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, maupun penyelaman di dasar laut, semua dihentikan sejak hari ke-10 oleh Basarnas sebagai leader sector operasi SAR tersebut.
Saat itu Kabasarnas beralasan kemampuan SAR yang dimiliki Basarnas sudah cukup untuk melanjutkan operasi yang diperpanjang tiga hari tersebut. Hal itu karena menurut pria bintang tiga itu jumlah jenazah yang berada di dasar laut sudah sedikit.
KRI Rigel milim TNI AL dan Kapal Baruna Jaya I milik BPPT.
Sejujurnya gua tidak mengikuti sepanjang 13 hari pencarian. Gua libur di hari ketujuh, kedua belas dan ketiga belas.
Hari pertama gua ditugaskan untuk memantau pencarian dari Kantor Pusat Basarnas di Jalan Angkasa, Kemayoran, Jakarta Pusat. Saat itu seluruh pernyataan media diberikan di tempat tersebut. Kalau tidak salah ingat, ada empat kali konferensi pers yang dilakukan Basarnas saat itu.
Konferensi pers pertama mengenai kronologi jatuhnya pesawat di perairan Tanjung Karawang tersebut. Isi pernyataannya tidak jauh berbeda dengan data yang didapat lebih dulu oleh wartawan.
Di momen kedua, ketiga dan keempat secara berkala Basarnas menyampaikan perkembangan terbaru dari pencarian yang telah dimulai. Basarnas juga memastikan Posko evakuasi dibuka di dermaga JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Saat itu kantor menugaskan Raga untuk memantau perkembangan dari posko evakuasi karena di tempat tersebut jenazah mulai dibawa dari lokasi kejadian. Namun posisi diubah sejak hari ke-dua pencarian. Mulai hari itu gua ditempatkan di posko evakuasi.
Pindah ke posko evakuasi di JICT
Keputusan menempatkan gua di Posko Evakuasi terbilang menyenangkan buat gua, karena gua terhindar dari ke-hectic-an konferensi pers. Selain itu lokasi tersebut juga dekat dari rumah gua.
Tapi, namanya nasib ya gak pernah ada yang tahu. Harapan tinggal harapan. Di posko evakuasi juga ada konferensi pers setiap malam usai sehari pencarian. Gua tetap bertemu dengan ke-hectic-an.
Berada di posko evakuasi yang terasa adalah panas. Kondisi khas pelabuhan yang membuat siapa saja begitu cepat mengeluarkan keringat.
Makan nasi kotak yang dikasih sama petugas baik hati.
Para wartawan yang meliput banyak terbagi ke tenda-tenda tersebut. Gua sendiri memilih untuk berada di tenda milik Polri. Alasannya sederhana, karena dari tenda tersebut gua lebih dekat untuk ke lokasi penurunan kantong jenazah. Selain itu juga lebih dekat ke tenda Basarnas untuk mencari data terkini dari pencarian di tengah laut.
Gua gak sendirian di tenda itu. Hampir semua anak media online “nongkrong” di situ. Meskipun tenda itu terasa paling panas. Tapi kami tetap berada di tenda itu.
Umpatan soal panasnya hari-hari di JICT udah seperti tarikan nafas yang pasti selalu ada. Tak terhitung berapa kali kata-kata itu keluar dari mulut gua ataupun mereka.
Selain panas, di Posko JICT juga sulit untuk mendapatkan makanan. Lokasinya yang berada di dalam pelabuhan membuat tempat ini jauh dari rumah makan maupun kantin. Paling dekat adalah kantin Bea Cukai yang lokasinya sekitar 1 km dari posko. Hal itu membuat kebanyakan yang ada di posko malas beli makan. Paling banter nitip sama yang mau datang.
Pun begitu untuk makan siang ataupun malam. Biasanya wartawan hanya menunggu kebaikan dari petugas yang ada di posko untuk membagi nasi kotak. Pasalnya memang tidak ada jatah khusus untuk wartawan.
Kantong jenazah dan puing pesawat
Berada di posko evakuasi menjadi pihak pertama yang mengetahui berapa jumlah kantong jenazah yang berhasil dibawa oleh tim SAR dari lokasi jatuhnya pesawat. Setiap kali ada kapal yang datang kami akan selalu mendekat ke wilayah steril tempat penurunan kantong jenazah maupun puing pesawat yang berhasil dievakuasi.
Kantong jenazah berisi korban usai didata tim DVI Polri.
Pertanyaan soal kantong jenazah adalah hal yang wajar. Pasalnya sejak hari kedua pencarian, tim SAR telah memastikan tidak ada korban yang utuh. Tim SAR hanya menemukan potongan-potongan tubuh dari 189 korban dan itulah yang dievakuasi dalam kantong jenazah.
“Yang bukan petugas keluar dari batas! Drone turun!” Teriakan petugas yang hampir selalu mewarnai pengecekan kantong jenazah oleh tim DVI Polri.
Sejak hari pertama, petugas memang telah memasang garis polisi di area steril tempat menurunkan kantong jenazah dan puing pesawat. Hanya petugas seperti Basarnas, PMI, TNI, Polri, KNKT yang bisa masuk ke area steril tersebut. Selain untuk memudahkan kerja petugas, hal itu juga dilakukan agar tidak ada ekspose berlebih terhadap jenazah korban.
Petugas gabungan juga selalu menutup rapat saat tim DVI membuka kantong jenazah untuk didata. Mereka akan berbaris melingkar mengelilingi kantong jenazah yang akan dibuka. Begitu rapat hingga tidak ada celah yang bisa dilihat oleh orang di luar lingkaran.
“Memang begitu prosedurnya. Di sini kan bukan hanya ada media, ada orang lain juga. Nanti mereka main sebar gambar korban sembarang. Kita kan menghargai perasaan keluarga korban juga,” kata seorang petugas DVI usai mengecek kantong jenazah.
Hingga hari terakhir sebanyak 195 kantong jenazah berhasil dievakuasi tim SAR gabungan. Seluruh kantong jenazah itu dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk diidentifikasi.
Sementara puing-puing pesawat dibawa oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) ke Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), Kalijapat, Jakarta Utara. Di sana puing-puing seperti roda, bagian tubuh pesawat, pelampung, dan lain sebagainya ditampung. Sementara bagian black box Flight Data Recorder (FDR) dibawa langsung ke kantor KNKT untuk diselidiki isinya.
Cerita dari laut
Selama ditempatkan liputan di JICT, gua cuma dua kali naik kapal melihat lokasi pencarian korban Lion Air. Pertama saat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto datang meninjau, gua dan wartawan lainnya diajak ke mengunjungi lokasi kejadian dengan menumpang KRI I Gusti Ngurah Rai.
Panglima yang saat itu didampingi oleh Kabasarnas, mengatakan kedatangannya karena mendapat laporan dari anggotanya bahwa bagian black box Cockpit Voice Recorder (CVR) sudah ditemukan lokasinya. Ia bahkan mengatakan baru akan pulang jika CVR ditemukan. Namun apa daya, hari itu tidak ada hasilnya. Meski suara ping dari alat perekam percakapan pilot itu terdengar, tetap saja para penyelam belum bisa menemukannya.
Panglima TNI Marsekal Hadi dan Kabasarnas Marsekal Madya M Syaugi.
Kesempatan kedua untuk melaut itu datang pada hari kelima pencarian. Namun bukan kabar bahagia yang didapat, gua justru mendapat kenyataan yang pahit.
Hari itu, tepatnya sore hari, di atas kapal Basudewa setelah semua peralatan selam milik Basarnas dinaikan ke kapal beserta para penyelam, seorang anggota Basarnas melihat ada benda seperti tabung selam yang mengambang di laut. Tidak jauh dari tempat kapal berada.
Melihat itu, semua menjadi panik. Khawatir jika ternyata itu bukan hanya peralatan selam, tapi juga penyelam.
Anggota Basarnas yang tadinya berada di belakang kapal, pindah ke depan. Mereka berteriak dan memberi isyarat agar kapal karet yang ada di dekat benda tersebut memberikan pertolongan. Hingga akhirnya isyarat itu direspon oleh kapal RIB milik Basarnas. Penyelamatan pun dilakukan dan apa yang kami khawatirkan terjadi.
Penyelam sebelum melakukan pencarian di dasar laut.
Sehari setelahnya kisah itu menjadi heboh. Kabasarnas mengungkapkan belasungkawanya dan memberikan apresiasi yang tinggi untuk almarhum Syachrul.
Sejujurnya gua merasa dilema untuk memberitakan kisah Syachrul. Pasalnya di kapal, Basarnas meminta kepada gua untuk memberitakan setelah mereka menyampaikan langsung kabar duka itu ke keluarga. Mereka tidak ingin keluarga Syachrul mengetahui kabar itu dari media.
Kantor gua sendiri baru membuat berita ini pada pagi hari. Setelah ucapan belasungkawa untuk Syachrul ramai di media sosial.
Selamat jalan, Syachrul.
***
Pencarian korban telah dihentikan oleh Basarnas. Kini harapan keluarga korban untuk menemukan kerabatnya ada di tangan DVI Polri yang melakukan identifikasi para korban.
Pihak DVI sendiri menyatakan telah memeriksa seluruh kantong jenazah yang diserahkan tim SAR gabungan. Dari seluruh kantong tersebut per Jumat (16/11) pukul 19.00 WIB, sebanyak 95 korban telah dikenali.
“Harapannya bisa segera teridentifikasi semua. Walaupun itu kami sudah menunggu sampai dua minggu kami tetap bersabar karena informasi dari rumah sakit pun kami tetap disuruh bersabar. Insyaallah semuanya teridentifikasi,” kata salah satu keluarga korban, Asdori saat bertemu gua di hotel Ibis Cawang, Jakarta Timur, Minggu (11/11).
Ya, semoga seluruh korban bisa cepat teridentifikasi dan kasus kecelakaan ini menjadi yang terakhir. Amiinnn....
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.