Memperingati 64 tahun Hari Film Nasional. |
Minggu kemarin, tepatnya 30 Maret 2014 menjadi hari
penting bagi para sineas ataupun insan perfilman Indonesia. Karena hari
tersebut diperingati sebagai Hari Film Nasional yang ke-64 tahun. Tanggal 30
Maret dipilih sebagai hari film nasional karena pada 30 Maret 1950 dilakukan
pengambilan pertama gambar film Darah dan Doa atau Long March of Siliwangi yang
distutradarai oleh Usmar Ismail. Film tersebut dianggap sebagai film yang
bercirikan Indonesia. Karena keseluruhan film tersebut dibuat oleh orang
Indonesia.
Berhubung gua juga pencinta film Indonesia, gua juga
memperingati hari tersebut. Kali ini gua akan menyajikan tulisan tentang film documenter
yang membahas seorang tokoh film nasional yang menurut gua penting. Tulisan ini
adalah hasil liputan gua untuk tugas kuliah setahun yang lalu. Siapakah tokoh
penting yang didokumenterkan tersebut? Silakan dibaca, genk!
Sang
Arsip dalam Film Anak Sabiran
Seorang kakek dengan nafas ngos-ngosan menyusuri ruangan penyimpanan roll film yang berada di
gedung Sinematek. Dengan dibantu tongkat ia jalan dari satu rak penyimpanan ke
rak berikutnya sembari berkata, “di sini pendinginnya 24 jam. Ini ruangan
paling dingin di sini.” Itulah sepenggal adegan dalam film Anak Sabiran, di
Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip) yang diputar perdana di Graha Bakti
Budaya, Jumat (29/3/2013).
Film Anak Sabiran adalah film dokumenter tokoh pendiri
dan pengarsip film di Sinematek, Misbach Yusa Biran. Sifat keras dan selalu
ingin menjalankan film dengan jelas, digambarkan di awal film ini dalam frame
pembacaan surat Misbach ke Hafiz dan balasannya.
“Film ini mulai dikerjakan pada 2011. Setelah sempat terhenti
karena berbagai hal, akhirnya film ini rampung di tahun ini (2013),” kata Hafiz
Rancajale, sutradara film Anak Sabiran.
Pada dasarnya film ini terbagi menjadi lima bagian, yaitu
Seniman, Komunisme, Dia yang Tercinta, Guru dan Sang Arsip. Sosok Misbach yang
pernah menukangi drama dan menjadi sutradara film tergambar di bagian Seniman.
Misbach yang hidup ketika komunisme hadir, juga
dijelaskan dalam film ini. Ia menceritakan perbedaan pahamnya dengan temannya
yang komunis dalam menyikapi hal yang terjadi kala itu.
Nani Wijaya istri Misbach Yusa Biran |
Film ketiga produksi Forum Lenteng ini juga menghadirkan
Nani Wijaya sebagai istri Misbach. Nani bercerita tentang sosok Misbach
disela-sela suting sinetronnya. Keputusan Misbach untuk berhenti menyutradarai
film dan mulai bekerja sebagai pengarsip film, membuatnya resah.
“Ketika saya dengar bapak mau berhenti jadi sutrdara dan
memutuskan untuk mengarsipkan film, saya kaget. Karena waktu itu anak-anak
masih kecil apalagi tawaran film lagi banyak-banyaknya,”ungkap Nani dalam film
tersebut.
Selain Nani, film ini juga menghadirkan Riri Riza dan
Seno sebagai murid dari Misbach. Dalam bagian Guru Riri dan Seno menceritakan
bagaimana sosok Misbach di mata mereka.
“Saya pernah membaca bukunya dan sering dibuat tertawa
dengan tulisan-tulisannya, tapi ketika bertemu dengan orangnya langsung saya
benar-benar merasa berbeda dengan yang di buku. Pak Misbach orangnya kaku beda
sekali dengan tulisan-tulisannya,” kata Seno.
Tidak hanya menggambarkan sosok Misbach secara pribadi,
tapi dalam film berdurasi 160 menit ini juga menceritakan tentang keterlibatan
Misbach di Sinematek. Misbach mendirikan Sinematek pada tahun 1975 dan bekerja
di Sinematek hingga tahun 2001. Pekerjaannya di sinematek dirangkum pada bagian
Sang Arsip di film ini. Di bagian ini juga menggambarkan kondisi Sinematek yang
semakin memburuk sejak dibubarkannya Departemen Penerangan dan ditinggal
pensiun Misbach.
“Beginilah kondisinya saat ini, tidak ada penambahan
koleksi sejak saya pergi,” ungkap Misbach ketika menunjukan keadaan Sinematek
dalam film tersebut.
Selain wawancara nara sumber dan tokoh Misbach
Yusa Biran, film ini juga memasukan potongan-potongan film yang pernah
disutradarai oleh Misbach. Di Balik Tjahaja Kegerlapan, Operasi X, dan Honey,
Money and Djakarta Fair adalah film yang cuplikannya hadir di film Anak
Sabiran.
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.