Perjalanan Menuju Lembah Mandalawangi


HM 00 awal perjalanan menuju puncak Pangrango
©Polosgrafi
Perjalananku untuk Opsih ke lembah Mandalawangi bersama tim Green Ranger Indonesia dimulai dari titik HM 00. Setelah upacara dan registrasi ulang di pos 1 aku berjalan menelusiri jalur cibodas. Aku berjalan diantara pepohonan yang tinggi menjulang dan melintasi jembatan kayu yang reot dan rapuh. Trek cibodas yang landai dan membutuhkan waktu yang lama ternyata mampuh menghabiskan tenagaku. Terbukti beberapa kali aku berhenti di pos dan shelter yang ada sepanjang jalur Cibodas.

Sekitar pukul 6 aku sampai di pos air panas, itu artinya aku menghabiskan waktu 6 jam untuk sampai di pos ini.  Di pos ini Aku hanya beristirahat sebentar karena hari mulai gelap dan hanya tinggal 2 pos untuk aku mendirikan tenda dan bermalam.

Sekitar pukul 7 malam aku sampai di pos kandang batu, di sini aku bisa mendirikan tenda dan bermalam. Sayang aku kurang cepat, beberapa tempat landai yang pas untuk mendirikan tenda sudah lebih dulu ditempati oleh tim lain. Aku pun terpaksa menunggu temanku untuk mencari tempat dan mendirikan tenda yang ada dalam kerilku.

Tak lama aku menunggu bersama piluh keringatku, satu per satu temanku dateng.  Iman, Aldo, Ageng, Ai, Devi dan Mega mereka dateng hampir bersamaan. Iman bergegas mengeluarkan tenda dalam kerilku dan mencari lapak untuk mendirikannya. Aku yang kelelahan mencoba membantunya dengan sisa tenaga yang tersedia. Setelah mendirikan tenda dan membereskan isinya, kami menghangatkan diri bersama secangkir teh hangat dan makan malam buatan Ai dan Mega. Selesai makan kami sempatkan diri untuk membahas rencana perjalanan esok pagi dan kemungkinan trek yang akan kami lalui. Hari yang melelahkan itu pun ditutup dengan tidur lelap kami.

Aku bangun pukul 5 pagi untuk mengisi perutku yang mulai berkicau lagi. Juga karena kami telah merencanakan untuk berangkat menuju Pangrango pukul 7. Aku berusaha membangunkan temen-temanku namun sia-sia karena tidur mereka lebih pulas dari biasanya.

Beberapa kegiatan yang dilakukan selama mengikuti Opsih. ©Polosgrafi
Akhirnya pukul 10 pagi kami baru bisa melanjutkan perjalanan ke gunung Pangrango. Meskipun molor 3 jam dari waktu awal tapi tak menurunkan semangatku untuk sampai di Mandalawangi.
Trek Pangrango yang terkenal terjal dan banyak pohon tumbang cukup menyulitkan pergerakanku. Dengan keril yang tingginya melebihi kepala, aku harus merangkak setiap kali melewati pohon tumbang. Barang bawaanku yang banyak membuatku memutuskan untuk bergerak lebih cepat, meninggalkan keenam temanku. Hingga akhirnya aku berhenti di satu titik karena kelelahan.

Cukup lama aku menunggu temen-temanku. Bahkan beberapa pendaki yang tadi aku lewati pun kini mendahuluiku. Sampai akhirnya mereka dateng dan memberikanku sebotol air minum dan sedikit makanan ringan. Perjalan kami pun dilanjutkan kembali.
Akhirnya kami sampai di puncak Pangrango sekitar pukul 2 siang. Hati kami kecewa saat mendapati pemandangan puncak yang putih flat. Meskipun tertutup kabut dan kawah tapi tidak mengurungkan niat kami untuk berfoto bersama di tanah dengan ketinggian 3019 meter di atas permukaan laut (Mdpl), Puncak Pangrango.

Bunga Edelwise yang tak mekar, tapi tidak menghilangkan keindahan  Mandalawangi.
©Polosgrafi
Puas berfoto kami pun melanjutkan langkah kami menuju lembah Mandalawangi. Lembah yang menjadi tempat ditaburnya abu pecinta alam sejati, Soe Hok Gie. Rasa kecewa kami akan pemandangan di puncak terhapus saat kami memijakan kaki di lembah Mandalawangi. Pemandangan ladang edelwise yang menghampar luas dan birunya langit mandalawangi membuat senyum kami mengembang. Tak kami siakan kesemapatan itu untuk berfoto dan berkeliling mengitarinya.

Salah satu pemandangan Lembah Mandalawangi. ©Polosgrafi
Setelah menempuh perjalanan 2 hari sejak tanggal 9 September 2011 kami mendapat bayaran setimpal di lembah ini. Yah, pemandangan indah dan eksotis bukti kebesaran tuhan menjadi bayarannya. Meskipun kami datang saat edelwise tidak mekar, tapi pemandangan lembah Mandalawangi tetap mampuh menghapus rasa lelah kami. Bahkan mampuh menggantikan semangat kami yang telah habis. Aku yakin akan merindukan tempat  yang indah ini saat aku kembali ke Jakarta nanti.

Berfoto saat berada di Puncak Pangrango diketinggian 3019 Mdpl. ©Polosgrafi
Alam ajarkan kami cara bersyukur, alam ajarkan kami cara berbagi, alam ajarkan kami cara bekerjasama, alam ajrkan kami untuk tak menyerah dan alam juga mengajari kami untuk saling melindungi. -Fachrul Irwinsyah-
Previous Post Next Post