Satu lagi akhir pekan yang berat. Minggu pagi itu, gua mesti terjaga dan pergi meninggalkan rumah. Sekira pukul 8.30 WIB gua pergi membelah jalanan ibukota dengan hati dag-dig-dug. Isi kepala ini berisi berbagai pertanyaan. Lebih tepatnya kumungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan diajukan ke gua. Karena hari itu gua akan menjalani wawancara kerja.
Wawancara ini merupakan kelanjutan dari seleksi wartawan kumparan.com yang digelar di Kuningan City seminggu sebelumnya. Yap, gua lolos ke tahap dua. Nama gua tersemat diantara 449 orang lainnya. Berbeda dari sebelumnya, tahap ini mereka gelar di markas mereka, di Jalan Jati Murni, Pasar Minggu.
Seperti yang gua duga, wawancara ini tidak berlangsung sekaligus dalam satu waktu. Dan teman gua pun mendapatkan undangan dengan jadwal sore. Itu artinya mereka pewawancara akan seharian di sana. Bagaimana dengan peserta?
Gua tiba sekira pukul 8.30 WIB. Dengan baju polo shirt putih yang menjadi dress code, gua berjalan menuju bangunan berbentuk rumah dengan halaman yang asri dan dihiasi beberapa kursi dan meja. Hari itu gua bukan orang pertama yang tiba. Ntah, sudah yang keberapa.
Setelah mengisi daftar hadir dan menyerahkan beberapa berkas. Gua dipersilakan menunggu. Gua memilih duduk di jajaran bangku seberang kolam berenang, sambil mencoba membangun percakapan dengan mereka yang ga gua kenal pastinya. Maklum hari itu gua gak melihat teman-teman yang sebelumnya tes bareng gua di tahap 1.
Sesuai jadwal undangan, pukul 09.45 gua dipanggil. Gua gak sendirian. Ada 8 orang yang ikut bersama gua. Kami menuju sebuah ruang rapat. Di sana sudah ada 7 orang duduk berjajar. Salah satunya adalah Managing Editor Sport yang saat tahap 1 sempat memperkenalkan dirinya. Kehadirnanya membuat gua yakin kalau mereka yang duduk di hadapan gua ini adalah setingkat dia atau lebih.
Dalam rombongan gua, ternyata ada satu yang mendaftar sebagai videografer. Ia memiliki penugasan berbeda, tidak ikut diwawancara. Jadilah kami berdelapan menghadapi pertanyaan dari para “jenderal” itu.
Secara berurutan kami memperkenalkan diri. Memberitahu minat dan alasan kami layak jadi bagian dari Kumparan. Setelah itu berbagai pertanyaan mulai diajukan. Pertanyaan pertama dan selalu ada adalah sikap saat menerima “amplop” dari narasumber. Jawabannya semua sama: menolak. Klasik.
Yang menarik adalah saat pertanyaan terkait minat. Dari sanalah gua tahu orang-orang di depan gua berasal dari desk yang berbeda.
Gua yang kebetulan suka sport ditanya oleh yang memegang desk sport. Pertanyaannya menyenangkan gua. Karena gua harus menjelaskan tentang Arema dan MotoGP. Bukan tanpa alasan ia menanyakan hal itu. Karena sebelumnya ia bertanya terkait olahraga yang gua ikuti. Jadilah gua jawab sepakbola nasional dengan tim Arema dan balap motor prototipe tersebut.
Ia bertanya terkait dualisme yang menimpa Arema dan alasan kenapa performa Singo Edan (julukan Arema) menurun musim ini. Terkait dualisme gua mudah untuk menjelaskannya, sedangkan performa sedikit rada sulit. Pasalnya semenjak Aji Santoso digantikan oleh Joko “Getuk” Susilo kondisi Arema tidak menunjukan grafik yang baik. Meski begitu, gua tetap bisa melihat perubahan yang terjadi secara taktikal saat dipegang Aji dan Getuk. Jadilah gua menjelaskan hal tersebut.
Sejujurnya saat itu gua benar-benar lupa sama kondisi tim Arema. Gua bahkan lupa buat bilang kalau tim yang lahir tahun 1987 itu mengalami krisis lini belakang. Mereka gak punya cadangan sepadan saat Arthur Cunha tidak bisa main. Karena Bagas Adi menderita cedera yang panjang. Gua juga lupa buat bilang peratahuran pemain U23 di Liga 1 juga menjadi salah satu sebab buruknya performa Singo Edan.
Bagaimana dengan MotoGP? Ia bertanya terkait peluang juara dunia dan alasannya. Dengan percaya diri gua jawab Marc Marquez karena dia yang saat ini memimpin klasemen dan konsisten mendapatkan poin di setiap seri. Salahsatu pesaing Marc adalah Dovizioso. Pebalap Ducati itu mempuh menunjukan performa gemilang saat di Silverstone. Beberapa media juga menuliskan bahwa si pemilk nomor 04 itu sangat kompeten untuk merebut gelar juara dunia balap motor kelas premier tersebut.
Dua pertanyaan itu menjadi momen gua banyak bicara dalam sesi tersebut. Sebenarnya ada satu pertanyaan lagi. Yaitu terkait kemungkinan di pindahkan ke desk lain, terutama hiburan. Buat gua si terima aja. Karena menurut gua keuntungan bekerja di media umum adalah bisa merasakan menjadi reporter di bidang yang beragam. Jadi kita benar-benar tahu, bidang apa yang paling tepat buat kita. Bukan hanya baik dalam perasaan, tapi juga dalam tulisan.
Sesi wawancara itu berlangsung selama 45 menit. Usai wawancara kami diberitahu pengumumannya akan diberikan pada Jumat, 13 Oktober 2017. Lima hari usai wawancara. Lima hari menanti dengan harap-harap cemas.
Kemudian.
Tepat di hari yang dijanjikan. Sebuah offering latter masuk ke email gua. Satu surat singkat dengan lampiran terkait gaji dan benefit dari Kumparan menyudahkan penantian penuh cemas itu. Yah, sebentar lagi gua akan pindah. Ke tempat baru dan memulai hal yang baru.
gajinya berapa mas untuk seorang reporter baru ?
ردحذفإرسال تعليق
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.