Menikmati Istimewa Jogja #3 © Fachrul Irwinsyah |
Sesampainya di
rumah mbahnya Ika kami tak lekas tidur. Malam itu gua dan yang lain
merencanakan perjalanan untuk besok. Sambil tidur-tiduran santai di atas kasur
kamar yang kami keluarkan ke ruang tengah, kami menyusun kembali tempat-tempat
yang akan kami datangi selama beberapa hari kedepan ini. Pantai dan Gunung
menjadi dua lokasi yang akan kami datangi esok hari.
Hari Pertama Bersama Tim Mobil
Uwah… Pagi…
atau mungkin lebih tepat mengucapkan selamat siang, karena matahari sudah naik
terlalu jauh dari garis cakrawala? Kami kesiangan.
Bukan hal
baru kalo kami terlambat bangun. Ditambah lagi semalam kami tidur kelewat larut
karena asik browsing tempat tujuan wisata kami. Jadilah rencana awal untuk
menikmati sunrise di Bukit Setumbu harus ditunda esok hari. Hari ini kami
memilih untuk menyusuri tepi pantai DIY.
Perjalanan
mencari pantai diawali dengan penukaran tiket pulang gua, Abai, Keti, dan Aduy.
Karena kami akan pulang naik mobil bareng Ika, Rara dan Cahyo. Jujur baru kali
ini gua ngebatalin tiket kereta yang ternyata uangnya bisa kita ambil kembali,
tapi tetep ada potongan sebesar 20 persen. Itu pun uangnya baru bisa diambil
sebulan setelah pembatalan. Lumayan lama si, tapi daripada enggak sama
sekalikan.
Cukup lama
juga gua ngantri untuk ngebatalin tiket ini. Ada sekitar 30 menit lebih gua dan
abai menunggu giliran pembatalan, maklum loket untuk ngebatali di satukan
dengan pemesanan, jadi antriannya panjang.
Mencari Pantai
Selesai
urusan tiket, mobil pun melaju menuju tepian DIY. Ada beberapa pantai yang
menjadi tujuan kami salah satunya pantai yang jadi tempat syuting video klip
“Orang Ketiga”.
Pantai Baru
menjadi pantai pertama yang kami kunjungi. Alasannya simpel, pantai ini di peta
lokasinya dekat dengan pantai 2 pantai lainnya. Jadilah kami memilihnya sebagai
pantai pertama.
Pemandangan dari pantai pertama yang kami datangi. (foto: Fachrul Irwinsyah) |
Cukup jauh
juga untuk bisa mencapai pantai tersebut. Beberapa kali kami harus menepi untuk
bertanya. Karena semakin jauh mobil ini melaju semakin sepi juga dari kehidupan
manusia. Dan jalannya pun semakin sempit. Setelah bertanya ke sana-sini, dan
belok sana belok sini akhirnya kami tiba di Pantai Baru.
Pantainya
terbilang sepi untuk sebuah objek wisata dan pemandangannya menurut gua kurang
menarik. Pantai ini memiliki pasir yang berwarna gelap cenderung terlihat
hitam. Di tepi pantai berjajar kapal-kapal nelayan yang menanti malam untuk
berlayar. Maklum, saat itu kami datang masih siang jadi tak banyak aktivitas
nelayan.
Pantai ini
letaknya segaris dengan Pantai Parang Tritis yang terkenal dengan “kuda”-nya
itu. Mengetahui hal tersebut gua pun mencoba menyusuri pantai ini. Gua juga
penasaran dengan mercusuar yang terlihat dari pantai ini. Dan ternyata jaraknya
jauh. Teman-teman gua pun sudah ingin beranjak ke pantai berikutnya.
Kami melaju
menjauhi pantai ini, keluar menuju pantai berikutnya. Meskipun sebenarnya ada
dua pantai di dekat pantai ini kami memilih untuk tidak mengunjunginya karena
beranggapan akan kurang menarik seperti pantai yang kami kunjungi saat itu.
Kami menuju
Parang Tritis. Walau awalnya kami ingin mendatangi pantai yang menjadi salah
satu tempat syuting video klip “Orang Ketiga”, tapi karena Keti ragu dengan
jalannya kami pun memilih Parang Tritis.
Gak banyak
hal menarik di Parang Tritis, terlebih kami datang pada saat langit mendung. Jadilah
saat itu kami tidak dapat menyaksikan megahnya senja.
Pantai Parang
Tritis masih seperti yang diceritakan orang-orang. Kuda dan ATV menjadi yang
paling sering kami lihat di sana. Di bibir pantai sekumpulan bocah tanggung
sedang asik berselancar dengan papan yang ukurannya jauh melebihi sang empunya.
Mereka adalah bocah-bocah yang tinggal di dekat Parang Tritis. Selain berkuda
dan bermain ATV, di Pantai Parang Tritis ini juga di kenal dengan para
surfer-surfer ciliknya. Meskipun gulungan ombaknya tak sebesar pantai-pantai
yang menjadi tempat surfing, tapi aksi para surfer cilik Parang Tritis ini
sangat menarik disaksikan.
Kami mulai
meninggalkan Parang Tritis seiring mentari yang mulai mengenggelamkan diri di
ujung lautan ini. Parang Tritis dan langit mendungnya menjadi tempat bermain
kami yang terakhir di hari ini. setelah dari sini kami akan kembali ke rumah
Mbah Ika untuk kembali menyusun rencana esok.
Melihat Borobudur Sunrise di Bukit Setumbu
Ini adalah
hari keempat gua di jogja dan hari kedua gua bersama Ika, Cahyo dan Rara. Berbeda
dari hari kemarin, hari ini kami bangun lebih pagi. Bahkan lebih pagi dari
ayam. Karena hari ini (30/1/2014), kami telah memutuskan akan melihat sunrise
di Bukit Punthuk Setumbu. Jadi tidak ada toleransi untuk keterlambatan.
Pagi buta kami
telah sibuk saling membangunkan dan membuat diri kami terjaga. Sedikit sindiran
kegagalan bangun pagi kemarin menghadirkan semangat tersendiri untuk melek dan
berkemas.
Mobil melaju menuju
Desa Karangrejo yang menjadi lokasi Punthik Setumbu. Kami menyusuri jalanan
yang masih minim aktifitas masyarakat. Gelap dan sunyi begitulah suasana
perjalanan pagi buta itu. Situasi yang semakin menyulitkan kami yang tak tahu
jalan ini. Hingga pada satu lokasi kami bertemu seorang tukang ojek.
“Tek, turun tanya
noh,” suruh aduy dan yang lain ke keti.
Dengan wajah
yang masih belum sepenuhnya sadar Keti menjawab, “Tanya apaan?”.
“Tanya kabar
dulu abis itu lo tanya jalan ke Bukit Setumbu,” ungkap gua yang disambut tawa
yang lain.
Ternyata si
tukang ojek berbaik hati, kami tak hanya ditunjukan jalannya tapi juga diantar
sampai lokasi dengan biaya ojek tentunya. Setelah sepakat soal harga, mobil
kami pun melaju lagi mengikuti si tukang ojek yang ditumpangi oleh Keti.
Ojek melaju
dengan cepat begitupun dengan mobil kami yang dikendarai oleh Cahyo. Seakan
kami saling kejar-kejaran. Padahal jalanan yang kami lalui adalah perumahan
warga yang penghuninya saat itu mungkin sedang tidur nyenyak dalam selimut
mereka.
Tidak berapa
lama kami tiba di pos jaga Punthuk Setumbu. Setelah membayar tiket kami
bergegas trekking. Yah, karena ini bukit jadi perlu sedikit trekking untuk bisa
sampai dan menikmati sunrise. Tapi tenang aja, meskipun treknya menanjak tapi
tidak terjal dan medannya sudah dibentuk seperti tangga. Jaraknya pun tidak
terlalu jauh. Kurang lebih sekitar 15 menit kita sudah sampai di lokasi melihat
sunrise.
Syukurlah
kami tidak kesiangan, jadi kami bisa mengambil posisi yang baik untuk memotret
sunrise. Karena sunrise di Bukit Punthuk Setumbu sangat istimewa. Di Bukit yang
berlokasi sekitar 4 KM arah barat Candi Borobudur ini, kita dapat melihat kemagahan
Borobudur berlatar Gunung Merapi yang disinari oleh mentari pagi.
Kami menunggu
dengan sabar sambil menahan rasa kantuk dan sedikit kedinginan. Perlahan kabut
yang selimuti Borobudur pun mulai tergulung menunjukan siluet candi terbesar di
Indonesia. Semburat jingga mentari yang kami nantikan menambah indah
pemandangan pagi itu. Meski terkadang sang candi memilih untuk kembali sembunyi
dalam selimut kabutnya.
Siluet Borobudur ditengah kabut yang menyelimutinya (foto: Fachrul Irwinsyah) |
Tangan kami
tak hentinya menekan shutter release
abadikan setiap detik keindahan yang ditunjukan Tuhan pagi itu. Subhanallah.
Pagi itu kami
habiskan untuk menikmati setiap mili bergeraknya matahari. Hingga ia melewati
kemegahan Borobudur.
Post a Comment
Dilarang mempromosikan situs judi, situs porno dan tindak pidana lainnya. Komentarlah dengan etika tanpa melanggar UU ITE.